Sejarah Kerajaan Singasari dan Kisahnya
Singasari
adalah nama dari sebuah daerah yang terletak di sebelah timur Gunung
Kawi di hulu sungai Brantas. Saat ini daerah tersebut termasuk ke dalam
wilayah Kabupaten Malang di Propinsi Jawa Timur Indonesia. Pada abad
ke-13, Singasari hanya merupakan sebuah desa kecil yang tidak berarti.
Keadaan ini lambat laun berubah bertepatan dengan munculnya seorang pemuda
bernama Ken Arok dari desa Pangkur, yang berhasil merebut daerah
tersebut dari wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri yang saat itu diperintah
oleh Raja Kertajaya pada tahun 1222 Masehi. Sejak saat itu ia
mendirikan kerajaan yang berpusat di desa Kutaraja serta mengambil nama
gelar kebangsawanan sebagai Rajasa Sang Amurwabhumi. Baru kemudian pada
tahun 1254 Masehi, wilayah tersebut diganti nama dengan nama Singasari
oleh cucunya yang bergelar Jaya Wisnuwardhana. Singasari menjadi kota
kerajaan yang menguasai wilayah Jawa bagian Timur dari tahun 1222 sampai
1292 Masehi.
Baca juga: 7 Tempat Berburu Wagyu Premium di Surabaya
Kerajaan Singasari memiliki keterkaitan dengan
kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Nararya Sanggramawijaya pada
tahun 1293 Masehi. Sanggramawijaya atau yang lebih dikenal oleh
masyarakat sebagai Raden Wijaya adalah cucu dari Narasingamurti dan
menantu dari Raja Kertanegara. Kertanegara adalah raja Singasari
terakhir yang meninggal terbunuh dalam peperangan melawan tentara
pemberontak yang mengatas namakan Kerajaan Kediri di bawah pimpinan
Jayakatwang. Raden Wijaya secara resmi menjadi raja Majapahit setelah
berhasil mengalahkan tentara Jayakatwang yang telah merebut Singasari.
Raden Wijaya melakukannya dengan bantuan tentara Tartar dari China yang
awalnya datang ke Jawa untuk tujuan menaklukkan Singasari yang ternyata
sudah terlebih dahulu diruntuhkan oleh Jayakatwang.
Kisah
tentang kerajaan Singasari, pertama kali disiarkan dalam karya J.L.A.
Brandes, Pararaton of het boek der konigen van Tumapel en van Majapahit
uitgegeven en toegelicht, di tahun 1896. Dalam karya tersebut J.L.A.
Brandes membahas tentang kisah pendiri Singasari sebagaimana tertulis di
dalam Serat Pararaton atau yang juga disebut sebagai Katuturanira Ken
Arok. Dimulai dengan cerita tentang Ken Arok yang kemudian menjadi
pendiri kerajaan Tumapel dan mengambil nama abhiseka Rajasa Sang
Amurwabhumi setelah mengalahkan Raja Kertajaya dari Kediri. Sejak saat
itu, cerita Ken Arok mulai dikenal di lingkungan kesejarahan Indonesia.
Pararaton adalah manuskrip jawa kuno yang ditulis dalam bentuk dongeng
yang berbeda dengan bentuk tulisan sejarah. Oleh karena itu beberapa
ahli sejarah menolak kebenaran naskah tersebut. Namun, perlu
diperhatikan bahwa cerita itu tidak diperuntukkan bagi para ahli
sejarah, melainkan bagi masyarakat Jawa Kuno yang pada saat itu banyak
mendapat pengaruh dari kepercayaan Hindu. Maka dengan sendirinya,
manuskrip tersebut dikisahkan sesuai dengan alam pikiran masyarakat yang
membacanya. Ajaran hinduisme, meliputi diantaranya dewa-dewa, titisan,
karma dan yoga. Ajaran itu mempengaruhi alam pikiran masyarakat Jawa dan
kesusasteraannya. Pararaton adalah hasil sastra dari zaman itu, maka
dengan sendirinya sastra Pararaton juga bersudut pandang ajaran
Hinduisme.
Berikut ini adalah ringkasan cerita tentang Ken Arok sebagaimana tertulis di dalam naskah Pararaton.
Bhatara Brahma berjinak-jinak dengan Ken Ndok di lading Lalateng,
kemudian berpesan agar Ken Ndok jangan lagi berkumpul dengan suaminya.
Larangan Dewa Brahma itu mengakibatkan perceraian dengan suaminya Ken
Ndok, Gajah Para. Ken Ndok pulang ke Desa Pangkur, diseberang utara
sungai; Gajah Para kembali ke Desa Campara, di seberang selatan. Lima
hari kemudian, Gajah Para meninggal, konon karena ia melanggar larangan
Dewa Brahma dan karena anak yang masih di dalam kandungan. Setelah
sampai bulannya, Ken Ndok melahirkan bayi laki-laki, yang segera dibuang
di kuburan akibat menanggung malu. Pada malam harinya, seorang pencuri
bernama Lembong tercengang melihat sinar berpancaran di kuburan
tersebut. Saat sinar itu didekatinya nampaklah seorang bayi sedang
menangis. Karena kasihan maka bayi tersebut dibawanya pulang. Segera
tersiar kabar bahwa Lembong mempunyai anak pungut berasal dari kuburan.
Mendengar kabar itu, Ken Ndok dating mengunjungi Lembong dan mengaku
bayi itu anaknya, lahir dari kekuasaan Bhatara Brahma. Anak itu diberi
nama Ken Arok.
Ken Arok tinggal di desa Pangkur sampai dapat
menggembalakan kerbau, namun ia suka berjudi. Harta kekayaan Ayah
pungutnya habis diperjudikan. Ketika ia disuruh menggembalakan kerbau
kepala desa Lebak, kerbau itupun diperjudikannya juga. Akibatnya ayah
pungutnya harus membayar uang ganti rugi. Karena kesal, Ken Arok pun
diusir dari rumah. Ditengah jalan ia bertemu dengan Bango Samparan,
penjudi dari Desa Karuman. Ken Arok dibawa ke tempat perjudian. Pada
waktu itu Bango Samparan menang; menurut anggapannya berkat kehadiran
Ken Arok. Oleh karena itu Ken Arok diajaknya pulang dan dijadikan anak
pungut istri tua Bango Samparan yang kebetulan mandul. Di Karuman, Ken
Arok merasa kesepian, karena ia tidak dapat bergaul dengan anak-anak
Tirtaja, istri muda Bango Samparan. Kemudian ia pergi dan bertemu dengan
Tita, anak Sahaja, kepala desa Siganggeng dan belajar bersama pada
seorang guru bernama Janggan. Di rumah Janggan, ia menunjukkan
kenakalannya. Buah jambu milik Janggan yang masih mentah diambil dan
diruntuhkan. Melihat perbuatan itu, Janggan marah. Ken Arok tidak berani
masuk rumah, lalu tidur di luar di atas timbunan jerami kering. Ketika
Janggan keluar di malam hari, ia terkejut melihat sinar berpancaran dari
timbunan jerami. Ketika didekatinya, ternyata sinar itu berasal dari
Ken Arok. Sejak saat itu Janggan sangat menyayangi Ken Arok.
Ken Arok dan Tita tinggal di sebuah pondok di sebelah timur Siganggeng
untuk menghadang para pedangang yang lewat, namun kenakalannya tidak
sampai disitu saja. Ia berani pula merampok dan merogol gadis penyadap
di Desa Kapundungan. Ken Arok menjadi perusuh yang mengganggu keamanan
wilayah Tumapel dan menjadi buruan Akuwu (Penguasa daerah). Ken Arok
lari dari satu tempat ke tempat lain. Tiap tempat yang didatanginya
menjadi tidak aman, namun ia selalu dapat lolos dari bahaya berkat
perlindungan Bhatara Brahma.
Ketika Ken Arok berguru kepada
Mpu Palot di Turnyatapada, ia diutus untuk mengambil emas pada kepala
desa Kabalon. Orang-orang Kabalon tidak percaya bahwa ia adalah utusan
Mpu Palot. Karena marah, salah seorang diantara mereka ditikamnya, lalu
ia lari ke rumah kepala desa. Segenap penduduk Desa Kabalon mengejarnya,
masing-masing bersenjatakan golok atau palu. Sekonyong-konyong
terdengar suara dari langit yang berkata: “Jangan kau bunuh orang itu.
Ia adalah puteraku. Belum selesai tugasnya di dunia!”. Mendengar suara
itu para pengejarnya berhenti, lalu bubar.
Sementara itu,
diketahui oleh orang-orang Daha (Kediri) bahwa Ken Arok bersembunyi di
Turnyatapada. Dalam kejaran orang-orang Daha, Ken Arok lari ke Desa
Tugaran, dari Tugaran ke Gunung Pustaka dan dari situ mengungsi ke Desa
Limbahan; dari Desa Limbahan ke Desa Rabut, akhirnya sampai Panitikan.
Atas nasihat seorang nenek ia bersembunyi di Gunung Lejar. Dalam
persembunyiannya di Gunung Lejar, ia mendengar keputusan para Dewa bahwa
ia telah ditakdirkan menjadi raja yang akan menguasai Pulau Jawa.
Brahmana Lohgawe datang dari India ke Pulau Jawa menumpang di atas tiga
helai daun kakatang, diutus oleh Bhatara Brahma untuk mencari orang
yang bernama Ken Arok. Ciri-cirinya: tanganya panjang melebihi lutut;
rajah telapak tangan kanannya ialah cakra, rajah telapak tangan kirinya
bertanda cangkang kerang. Kata Bhatara Brahma, ia adalah titisan Dewa
Wisnu di suatu candi. Dengan jelas diberitahukan kepadanya, Dewa Wisnu
tidak ada lagi di candi pemujaan, karena telah menitis pada orang yang
bernama Ken Arok di Pulau Jawa. Ia diperintahkan mencarinya di
perjudian. Oleh karena itu, sesampainya Brahmana Lohgawe di Pulau Jawa,
ia segera menuju Desa Taloka bertemu dengan Ken Arok.
Ken Arok dibawanya menghadap Akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung.
Setelah mendengar uraian pendeta Lohgawe bahwa ia baru saja dating dari
Jambudwipa dan maksud kedatangannya ialah untuk menitipkan anak
angkatnya, Ken Arok diterima oleh Tunggul Ametung sebagai pembantu.
Istri Tunggul Ametung sangat cantik bernama Ken Dedes, anak tunggal
seorang pendeta Budha di Panawijen bernama Mpu Purwa. Konon ketika
Tunggul Ametung datang di Panawijen untuk meminang Ken Dedes, kebetulan
Mpu Purwa sedang bertapa di tegal. Karena tidak dapat menahan nafsunya,
Ken Dedes dilarikan ke Tumapel dan dikawininya. Ketika Mpu Purwa pulang
dari pertapaan, mendapatkan rumahnya kosong, lalu menjatuhkan kutuk:
“Semoga yang melarikan anak saya tidak akan selamat hidupnya; semoga ia
mati kena tikaman keris. Semoga sumur dan sumber air di Panawijen
semuanya kering sebagai hukuman kepada para penduduknya, karena mereka
itu segan memberitahukan penculikan anak saya. Semoga anak saya yang
sudah mendapat wejangan karma amamadangi tetap selamat dan mendapat
bahagia!”.
Ketika Ken Arok datang di Tumapel, Ken Dedes telah
hamil. Bersama suaminya, ia naik kereta berpesiar ke taman Baboji. Pada
waktu Ken Dedes turun dari kereta, tersingkap kain dari betis sampai
pahanya. Ken Arok terpesona melihatnya karena rahasia Ken Dedes
berpancaran sinar. Sepulangnya dari taman, peristiwa itu diceritakan
oleh Ken Arok kepada pendeta Lohgawe. Jawab Lohgawe: “Wanita yang
rahasianya menyala, adalah wanita nareswari. Betapapun nestapanya lelaki
yang menikahinya, ia akan menjadi raja besar.” Mendengar ujaran itu,
Ken Arok terdiam. Timbul niatnya untuk membunuh Tunggul Ametung, namun
Lohgawe tidak setuju.
Ken Arok meminta izin untuk mengunjungi
ayah angkatnya Bango Samparan di Desa Karuman. Sesampainya disana, ia
menceritakan pengalamannya di taman Baboji kepada Bango Samparan dan
menegaskan niatnya untuk membunuh Tunggul Ametung serta kemudian
mengawini Ken Dedes. Bango Samparan member nasihat agar Ken Arok sebelum
melaksanakan niatnya supaya pergi dulu ke Lulumbang menemui pandai
keris bernama Mpu Gandring, ia adalah kawan karib Bango Samparan. Konon
barang siapa kena tikam keris buatannya pasti mati. Nasihatnya, supaya
Ken Arok memesan keris kepadanya. Hanya setelah keris pesanan itu
selesai ia baru boleh melaksanakan niatnya. Ken Arok berangkat ke
Lulumbang dan memesan keris kepada Mpu Gandring. Dalam waktu lima bulan,
keris itu supaya sudah selesai. Namun jawab Mpu Gandring, supaya ia
diberi waktu setahun agar matang pembuatannya. Ken Arok tetap pada
permintaannya, lalu ia pergi. Lima bulan kemudian, Ken Arok kembali ke
Lulumbang untuk mengambil keris pesanannya, namun keris itu sedang
digerinda. Karena marahnya, keris itu direbut dan ditikamkan pada Mpu
Gandring, kemudian dilemparkan ke lumpang pembebekan gerinda. Lumpang
pun pecah terbelah. Dilemparkan lagi ke landasan, namun landasan pun
pecah berantakan. Ken Arok yakin bahwa keris itu benar-benar ampuh.
Sementara itu, Mpu Gandring yang sedang berlelaku, mengumpat: “Hei Arok!
Kamu dan anak cucumu sampai tujuh keturunan akan mati karena keris itu
juga!” setelah menjatuhkan umpat itu, ia pun mati. Pikir Ken Arok:
“Kalau kelak saya benar jadi orang besar, anak cucu Gandring akan
mendapat balas jasa,” lalu, Ken Arok pun pulang tergesa-gesa ke Tumapel.
Di Tumapel, Ken Arok memiliki seorang sahabat karib bernama
Kebo Hijo. Kebo Hijo sangat dipercaya oleh Tunggul Ametung, tetapi
wataknya suka pamer. Ketika ia melihat keris Ken Arok yang berukiran
kayu cangkring, ia meminta Ken Arok untuk meminjamkan kepadanya. Memang
itulah maksud Ken Arok, keris kemudian dipinjamkan lalu dipamer-pamerkan
Kebo Hijo kepada orang banyak, sehingga segenap orang Tumapel tahu
bahwa Kebo Hijo mempunyai keris baru. Ken Arok menduga bahwa saat yang
dinanti-nantikannya telah tiba. Keris diambil oleh Ken Arok tanpa
sepengetahuan Kebo Hijo. Pada malam hari waktu telah sepi, Ken Arok
masuk ke rumah Tunggul Ametung, ia langsung menuju tempat tidur Tunggu
Ametung yang sedang tidur nyenyak, segera ditikamnya dengan keris
Gandring. Baru keesokan harinya diketahui bahwa Tunggul Ametung telah
mati ditusuk dengan keris milik Kebo Hijo yang masih tertancap di
dadanya. Dengan serta merta, Kebo Hijo disergap oleh sanak saudara
Tunggul Ametung, dikeroyok dan ditusuki dengan keris Gandring. Anaknya
Kebo Randi menangisi kematian ayahnya. Melihat peristiwa itu, iba hati
Ken Arok dan berjanji akan mengambilnya sebagai pekatik (abdi).
Sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Arok menjadi akuwu di Tumapel dan
mengawini Ken Dedes. Di antara warga Tumapel, tidak ada seorangpun yang
berani menentang. Pada waktu itu Tumapel adalah daerah bawahan Daha
(Kediri), yang diperintah oleh Raja Kertajaya. Konon Raja Kertajaya juga
disebut sebagai Dandang Gendis. Ia sedang berselisih dengan para
pendeta Siwa-Budha, karena keinginannya untuk disembah sebagai Dewa.
Keinginan itu ditolak, karena belum pernah terjadi pendeta menyembah
raja. Untuk memperlihatkan kemampuannya, Kertajaya menancapkan tombaknya
di tanah dan duduk diatas ujungnya. Namun, para pendeta tetap pada
pendiriannya. Beberapa pendeta meninggalkan Daha dan pergi mencari
perlindungan di Tumapel. Hal ini menambah jumlah pengikut Ken Arok yang
sudah agak besar. Keturunan dan kerabat yang pernah berbuat baik kepada
Ken Arok dipanggil ke Tumapel untuk menerima balas jasa dan diminta
untuk menetap disana. Oleh para pengikutnya, Ken Arok diangkat sebagai
raja dan mengambil nama abhiseka sebagai Rajasa Sang Amurwabhumi. Sejak
saat itu, Ken Arok tidak lagi menghadap Raja Kertajaya di Daha. Hal itu
menimbulkan rasa curiga pada Kertajaya. Ken Arok diduga akan
memberontak. Kertajaya bersumbar bahwa Daha tidak akan dapat ditundukkan
oleh siapa pun, kecuali oleh Bhatara Guru (Dewa Siwa). Mendengar
sesumbar itu, Ken Arok memanggil para pendeta dan rakyatnya untuk
menyaksikan bahwa ia mengambil nama sebagai Bhatara Guru dan
memerintahkan tentara Tumapel untuk bergerak menyerbu Daha. Pertempuran
sengit antara tentara Tumapel dan Daha berkobar di sebelah utara Desa
Ganter. Dalam pertempuran itu, Mahisa Walungan dan Gubar Baleman,
hulubalang Daha, tewas. Sehingga bala tentara Daha terpukul mundur dan
lari mencari perlindungan. Raja Kertajaya pun melarikan diri mencari
perlindungan di dalam candi. Daha pun jauh dalam kekuasaan Tumapel pada
tahun 1222 Masehi.
Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken
Arok memperoleh tiga orang putera dan seorang puteri, yaitu Mahisa Wunga
Teleng, Panji Saprang, Agnibaya dan Dewi Rimbu. Dan perkawinan keduanya
dengan Ken Umang, Ken Arok juga mempunyai tiga putera dan seorang
puteri yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wregola dan Dewi Rambi.
Putera sulung Ken Dedes keturunan Tunggul Ametung bernama Anusapati.
Bertahun-tahun lamanya kisah pembunuhan Tunggul Ametung dirahasiakan
oleh Ken Dedes terhadap Anusapati. Namun, ketika Anusapati telah remaja
dan ia merasa diperlakukan lain daripada saudara-saudaranya oleh Sang
Amurwabhumi, muncullah rasa curiga di dalam hati Anusapati. Atas desakan
pengasuhnya, Anusapati bertanya kepada Ken Dedes, mengapa Sang
Amurwabhumi bersikap demikian. Jawab Ken Dedes, “Jika engkau ingin tahu,
ayahmu yang sebenarnya ialah mendiang Tunggul Ametung. Ayahmu telah
mati, ketika engkau masih di dalam kandungan. Pada waktu itu aku
dikawini oleh Sang Amurwabhumi.” Anusapati bertanya lagi, “Apa sebabnya
ayah meninggal?” Jawab Ken Dedes, “Dibunuh oleh Sang Amurwabhumi”. Pada
saat itu Ken Dedes terdiam, merasa telah membocorkan rahasia. Anusapati
bertanya lagi,”Ibunda, bolehkan saya melihat keris Gandring pusaka Sang
Amurwabhumi?” Keris pun diperlihatkan Ken Dedes kepada Anusapati.
Anusapati mempunyai seorang pengalasan berasal dari Desa Batil.
Pengalasan itu segera dipanggil dan diberi perintah untuk membunuh Sang
Amurwabhumi dengan keris Gandring. Tanpa membantah, pengalasan itu pun
pergi untuk membunuh Ken Arok. Dengan serta merta, Sang Amurwabhumi yang
sedang bersantap ditikam dari belakang, mati seketika itu juga. Ketika
itu hari Kamis Pon, wuku Landep, waktu senja matahari baru saja
tenggelam, tahun Saka 1169 (1297 Masehi). Setelah menikam, pengalasan
itu pun lari untuk memberi laporan kepada Anusapati. Anusapati kemudian
memberinya hadiah imbalan. Katanya:”Telah mati terbunuh, oleh hamba,
ayah paduka!” Dengan serta merta pula, pengalasan itu dihabisi hidupnya
oleh Anusapati. Karenanya tersiar kabar: “Sang Prabu mati kena amuk
orang dari Desa Batil. Anusapati telah membalaskan dendam dengan
membunuh pengalasan itu. Rajasa Sang Amurwabhumi pun dicandikan di
Kagenengan.
Sumber : https://www.facebook.com/Sejarah.Dunia7?fref=ts
Post a Comment for "Sejarah Kerajaan Singasari dan Kisahnya"
Terima kasih telah membaca postingan pada blog saya. Silakan tinggalkan komentar, dimohon jangan menggunakan link hidup.
Terima kasih.
:) :)