Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sang Bintang #Bagian 1

"Apa kau tidak bisa bekerja secara cepat?!!! Ini sudah jam berapa? Fashion Show akan segera dimulai!! Kenapa kau masih berkutat memilih baju untuk para model? Harusnya mereka sudah siap tampil!!!" Bentak seorang bos ke asistennya. Asistennya hanya terdiam, dia merasa bersalah karena datang terlambat. Harusnya para model sudah siap untuk tampil di atas panggung. Ingin menangis, tapi takut dicerca terus oleh bos, asisten itu pun terus melanjutkan memilih baju untuk para model.

"Biarkan aku yang memilih baju rancangan bos-mu dengan caraku sendiri. Kau urus saja model yang lain." Ucap salah seorang model, orang ini adalah model yang paling keren dan digandrungi banyak fans, terutama kaum hawa. Model pria berusia 27 tahun ini memiliki body yang ideal, wajah tampan, maskulin, mata tajam, hidung mancung, bibir seksi, dan tentu saja memiliki dada yang bidang. Dia sangat angkuh,  terutama dan ter-khusus untuk desainer bajunya. Meskipun dia modelnya, tetapi dia tetap cuek kepada yang memberi job itu.

"Iya, aku siapkan baju dan make up untuk yang lain, pentas sebentar lagi tiba." Jawab asisten, dan pergi meninggalkan model ganteng itu.

Panggung yang gemerlap dengan kerlap kerlip lampu yang menawan, suasana ramai dan antuisiasme para penonton. Terlihat di deretan VVIP penonton sudah bersorak ramai. Ada juru tinta, ada fotografer dan sebagainya. Mereka berkumpul menjadi satu di ruangan itu. Man Fashion Show selalu hadir dengan tampilan berbeda, begitu inovatif dan kreatif. Ketika semua desainer berlomba-lomba untuk busana wanita, tetapi Andara sang desiner muda nan cantik ini memilih untuk merancang busana pria. Karya-karyanya begitu terkenal, pelanggannya sampai ke mancanegara.

Satu per satu para model itu memamerkan busananya. Hadirin yang di panggung itu sangat antusias. Ramai dengan tepuk tangan, kamera ada di mana-mana. Bagi Andara sendiri hal ini adalah sesuatu yang sangat membanggakan.

"Kau tidak boleh melewatkan satu model untuk tidak kau liput dan besok pagi kita harus yang pertama mencetak majalah tentang Fashion Show malam ini." Bos penerbit majalah itu menyemangati anak buahnya yang sedang asyik memotret para model.

"Siap bos." Jawabnya singkat, dia terlalu konsen dengan kamera dan model.

"Dan jangan lupa, ambil gambar sang desiner cantik itu."
Sang fotografer hanya tersenyum, dia sudah tahu apa yang ada di dalam otak bosnya. Dari dulu hingga kini bos penerbit itu memang cinta kepada desiner muda yang bernama Andara. Mereka sama-sama bos muda, secara financial mereka cocok untuk saling jatuh cinta. Tetapi, akankah cinta itu bermuncul dari sebuah materi dan kekayaan?

Terakhir keluar untuk mementaskan baju itu adalah Alex. Sang model tampan akhirnya muncul juga, semua orang di panggung mengambil gambarnya, tak terkecuali sang desiner muda, Andara. Diam-diam Andara selalu mengambil gambar Alex ketika di atas panggung untuk mementaskan hasil karyanya. Andara selalu melakukannya, tanpa ada yang mengetahuinya. Hingga larut malam Man Fashion Show baru selesai. Orang-orang berlalu lalang untuk pergi meninggalkan panggung kecuali pemilik, crew, staff dan model.

"Cepat bereskan semua baju-bajunya!!" Perintah Andara ke asistennya.

"Iya nona" Hanya itu yang terucap dari mulut Mesty.

"Dan besok kau harus berangkat pagi, siapkan laporan dan info mengenai busana pria yang ada di kota Milan. Bulan depan kita akan mengangakat tema Milan sebagai kiblat Man Fashion." Ucapan Andara itu menggelegar seperti petir, seperti suara piring-piring yang pecah. Mesty hanya mengangguk, sudah tidak heran lagi dia diperlakukan seperti itu oleh bosnya.

"Apa kau tidak bisa bersikap lembut terhadap staff-mu? Jika tak ada Mesty acaramu berantakan, dia yang susah payah merancang panggung dan memilih make-up untuk para model. Kau memang yang menciptakan baju-bajunya, tapi jika tak ada team yang mendukungmu, kau tidak ada apa-apanya." Alex mencoba membela Mesty, ia tidak tega melihat Mesty selalu tertindas oleh atasannya. Salah atau benar tetap saja Mesty tak pernah berarti bagi Andara.

Gadis yang memiliki nama lengkap Andara Vita Agustin, lahir pada 26 tahun silam ini, memang memiliki sifat yang keras, angkuh, sedikit sombong dan kurang ramah. Semenjak menginjakkan kakinya di Milan untuk belajar Fashion, dia menjadi gadis yang berbeda dari gadis-gadis lainnya. Dia selalu beranggapan bahwa semua orang itu tak ada apa-apanya, apalagi pegawainya.

"Apa urusanmu dengan sikapku terhadap pegawaiku? Mau aku apakan pegawaiku, itu urusanku!! Kau hanya model, kau tak tahu apa-apa tentang Manajemenku. Tugasmu hanya bekerjaa dengan baik di atas panggung, selebihnya tak ada lagi. Ingat itu baik-baik!!" Tukas Andara dengan ketus, kemudian dia berlalu meninggalkan Alex dan Mesty.

"Biarkan ku bantu membereskan ruangan ini." Alex menawarkan diri untuk membantu Mesty. Tak tega melihat Mesty yang sudah kelelahan.

"Taa--pii... " Sudah tak ada kata-kata lagi yang mampu terucap, Mesty sudah sangat-sangat lelah.

"Sudahlah, kau istirahat saja, biarkan aku yang membereskannya." Alex menuntun Mesty untuk duduk di kursi, ia pun memberi segelas susu untuk Mesty. Mesty hanya menurut, mau menolak juga sudah tidak berdaya lagi. Sungguh lelah badannya. Matanya sudah mengantuk. Dengan samar-samar Mesty memperhatikan Alex sedang membereskan pekerjaannya dengan teman-teman yang lain. Mesty kembali tersenyum, ternyata model ini baik juga, meskipun kadang-kadang sedikit galak dan keras kepala.

Mesty Meliana, merupakan sarjana dari sastra bahasa Indonesia. Cita-cita pertama dia sebenarnya menjadi seorang penulis. Tapi entahlah, dia terjun ke dunia Fashion. Kalau dipikir-pikir dia juga seperti tidak percaya. Kenapa harus mengurussi model-model, menyiapkan baju-baju terbaru rancangan "nenek sihir", dan atau membereskan ruangan ketika fashion show sudah selesai. Harusnya dia sudah menjadi penulis hebat, bisa menerbitkan ratusan atau bahkan ribuan cerita dan mungkin memiliki berbagai macam artikel, dan masuk di dalam majalah terkenal seperti majalah "Pesona".
Terlintas tentang memori-memori lama Mesty.

"Tulisan kamu seperti tulisan anak kecil." Komentar dari seorang penerbit saat mengomentari tulisan Mesty. Mesty langsung berpamitan saat itu dan pergi mencari penerbit lain.

"Tulisan kamu masih kaku, belum ada ciri khasnya." Ditolak lagi tulisan Mesty. Tapi dia tetap berusaha, dia terus-menerus mencari penerbit yang mau menerbitkan tulisannya.

"Cerita yang kau buat terlalu rumit, sulit untuk ku pahami. Maaf, kali ini belum bisaa ku terima, coba perbaiki lagi dan datang kesini lagi. Siapa tahu setelah kau perbaiki kami bisa menerbitkanya."

"Baaaik, akan saya perbaiki."

Hari berikutnya Mesty datang lagi ke penerbit itu, cerita yang ada telah ia perbaiki. Dia sangat-sangat berharap ini semua akan menjadi langkah awalnya di dunia tulis menulis.

"Cukup bagus, tunggu saja, dalam dua minggu ini akan kami terbitkan."
Mesty tersenyum mendengarnya, serasa kemenangan ada di tangannya.

"Iya, dengan senang hati saya akan menunggunya." Jawab Mesty dengan penuh harap.

Dengan tidak sabar, Mesty menunggu hari-hari dimana ceritanya akan diterbitkan. Mesty kini hanya menghitung hari. Rasanya sangat senang, sudah tidak sabar lagi. Sungguh tidak sabar lagi melihat ceritanya itu diterbitkan. Dua minggu yang telah dijanjikan ke Mesty datang juga. Dia harus menjadi orang pertama yang melihat tulisannya terpajang di etalase-etalase toko buku. Dia mengecek di setiap etalase, tetapi tak ada tulisan dia. Dia pulang dengan lesu. "Mungkin besok baru akan muncul di toko buku." Gumamnya dalam hati. Hampir setiap hari Mesty ke toko buku, bahkan tidak hanya satu toko, dia menjelajahi semua toko buku yang ada di kotanya. Hasilnya tetap nihil, tak ada tulisannya yang terpajang. Satu bulan telah berlalu, tak ada juga tulisan Mesty yang muncul di toko buku. Mesty memutuskan untuk pergi lagi ke penerbit, dia bermaksud menanyakan kenapa naskahnya tidak diterbitkan, padahal sudah lewat dari waktu yang telah dijanjikan.

"Maafkan kami nona, kami belum bisa menerbittkaan, karena penulis handal kami telah memberikan naskahnya untuk kami. Dan ini naskah anda nona."
Seperti mendapatkan pukulan tinju yang sangat keras di perutnya. Mesty merasa begitu sakit, kecewa dan malu tentunya. Dia rasa dirinya adalah orang yang paling bodoh di dunia. Sampai di rumah dia langsung membakar naskah itu, dan dia berjanji tak akan pernah menulis lagi, apa pun alasannya.

Mesty sudah sangat-sangat sakit hati dan kecewa dengan sebuah tulisan/cerita/naskah atau apalah itu. Lalu dia berpikir untuk mencari pekerjaan lain, dan sangat kebetulan Sang Desiner muda sedang membutuhkan seorang asisten. Tak pikir panjang Mesty mengambil kesempatan itu. Mesty tak pernah tahu bagaimana sifat Desiner itu, yang ada dipikirannya hanya dapat kerja dan mempunya penghasilan untuk memperbaiki financial-nya.

"Mesty... " Panggil Alex dengan lembut.

"Mesty..." Alex mengelus pundaknya, dan membuyarkan lamunan Mesty.

"Eehh.. iya, bagaimana? Maaf,, akuu....."

"Kita pulang, semua sudah beres, kau harus istirahat." Alex memotong kalimat Mesty. Mesty masih bingung, setengah tidak percaya bahwa ruangannya sudah sangat rapi, baju-baju sudah tertata dengan cantik, lantai sudah bersih.

"Bagaimana kau bisa lakukan semua ini?" Mesty berusaha meyakinkan dirinya sendiri, bahwa Alex telah mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan.

"Sudah,,,, jangan dipikirkan lagi. Biar aku antar kau pulang." Alex malam ini begitu baik, entah ada angin apa, Mesty bisa berduaan dengan model yang tertampan dan menjadi idola para gadis. hihihiihii..

"Mm... ti--dak usaah.. Aku bawa mobil sendiri." Mesty mencoba menolaknya.

"Kau sudah mengantuk, biar aku yang mengantar kamu pulang."
Mesty tak kuasa untuk menolaknya. Dan apa salahnya juga diantar pulang oleh Alex. Oh.. Sungguh seperti mimpi duduk bedua berjejer di dalam mobil sport. Andai saja Mesty bukanlah seorang asisten, atau dia tidak bekerja untuk sebuah Fashion, mungkin Mesty sudah berani untuk meminta foto bareng atau meminta tanda tangan Alex.

"Apa kau sudah pernah ke Milan?" Pertanyaan Alex membuat Mesty gugup.

"Oh.. eemm... belum..."

"Lalu bagaimana kau akan membuat laporan tentang busana di Milan?" Alex mulai kritis terhadap Mesty.

"Oh, itu.. Aku mencarinya dari artikel-artikel yang ada di internet, ada situs Milan yang khusus untuk mengupas tentang busana pria." Mesty menjelaskannya.

"Oh,, kau hebat juga, hanya dari artikel kau bisa membuat laporan." Alex mulai memuji dan mereka hanya tersenyum. Saling memandang saja. Alex bermaksud mengajak untuk makan dengan Mesty. Tapi dilihat dari kondisinya, Mesty harus beristirahat. Esok pagi banyak tugas yang harus diselesaikan, kalau tidak selesai, Andara pasti akan marah besar dan memaki Mesty. Alex menyadari hal itu, kemudian dia memacu kecepatan mobilnya. Suasana kembali tenang, tak ada sepatah kata dari Alex maupun Mesty. Sampai di depan rumah, Mesty hanya mengucapkan terima kasih. Turun dari mobil dan berjalan menuju pintu rumah saja rasanya lama sekali seperti sedang melewati bukit-bukit dan lembah, langkahnya begitu berat. Alex hanya tersenyum melihatnya, dan pergi dengan kecepatann maksimal. Ya itu salah satu hoby Alex, selain menjadi model dia juga suka balapan di jalanan. Bahkan tak jarang dia sering kena tilang polisi.

Dia memang anak yang bengal, dari dulu, dari jaman dia SMA. Bukan. Tapi dari jaman dia SMP, dia sudah berani membawa sepeda motor dengan kecepatan 110 sampai 130  km per jam. Kecelakaan yang dia alami dari jaman SMP sudah tidak bisa dihitung lagi, sudah ratusan kali ia mengalami kecelakaan lalu lintas. Hal itu tidak pernah membuat ia jera. Kecelakaan paling parah saat dia merayakan kelulusaaan SMA. Dia membawa motor sport 250 cc. Beradu cepat di jalan raya dengan teman-temannya. Saat itu dia sedang menyalip temannya, tak sadar bahwa di depannya sudah ada truck kontainer. Dan. Terjadilah tabrakan itu. Alex terpental sejauh 50 meter. Motornya rusak seperti barang rongsok di tempat pembuangan sampah akhir. Teman-teman segera melarikannya ke Rumah Sakit, dan ternyata tangan dan kaki kanan Alex patah, harus dirawat intensif, tidak boleh membawa kendaraan sendiri untuk waktu yang cukup lama.

"Ini terkahir kali ayah medengar kamu kecelakaan" Ayahnya kesal, sudah dinasehati berkali-kali tetap saja Alex melakukan balapan liar di jalan raya. Alex hanya meringis mendengar kata-kata ayahnya.

"Iya Lex, jangan ngebut lagi, kan jadi kamu juga yang terluka." Teman-temannya takut kena marah dari ayah Alex, mereka berpura-pura menasehati Alex. Padahal mereka juga yang mengajak balapan liar di jalan raya. Memang anak muda jaman sekarang, kebanyakan tidak bertanggung jawab. Mata teman-teman dan Alex saling lirik-lirikaan. "Aaah.. sialan kalian, giliran ada bokap gue, kalian sok bersih, gak suka balapan." Alex menggerutu dalam hati.

"Payah kaliaan..!" Alex mulai mamaki teman-temannya setelah ayahnya keluar dari ruangan Alex dirawat.

"Giliran ada bokap gue, kalian sok-sok an gak suka balapan.. Aah,, cemen kaliaan...!!" Lanjut Alex

"Jangan marah gitu donk Lex, lu tahu sendiri kan bokap loe gimana. Bukan maksud gue ma yang lain gak baik ma loe. Tapi,, lihat kenyataan donk, loe aja gak berkutik apa-apa di depan bokap loe, apa lagi kita-kita.." Bagus teman Alex menjelaskan maksud ucapan teman-teman.

"Aaah,, udahlah, ini sampai kapan tangan ama kaki gue gini?"

"Kata teman bokap loe, katanya sampai tiga bulanan loe baru sembuh total, itu pun kalau loe rajin terapi." Jawab Andre.

"Jadi yang ngurusin gue sakit itu si dokter Roy yang menyebalkan itu? Makin susah dah kalau dia yang ngurus. Pasti dikit-dikit lapor ke bokap." Makin kesal Alex, dia akan melewati hari-harinya dengan minum obat, sudah begitu yang mengurus adalah dokter andalan dari RS-nya. Makin susah untuk berinteraksi dengan dunia luar. Khususnya dunia balap.

Hari demi hari Alex melewati dengan minum obat, terapi untuk kelemasan otot-otot kaki dan tangannya yang patah. Dia sangat serius menjalani terapi itu, karena dia sendiri sudah bosan duduk di kursi roda. Sesekali melihat garasi rumah, sudah tidak ada motor sport 250 cc itu, Alex menjadi sedih. Ingin memiliki lagi motor sport itu. Dengan dorongan ingin balapan lagi, maka Alex sangat rajin untuk terapi. Coba saja kalau tidak ada dorongan untuk balapan, boro-boro semangat terapi, datang dan bertemu dengan dokter saja di RS sudah sangat malas. Bukan sangat malas. Tepatnya sangat tidak suka, meskipun RS itu milik orang tuanya.

Dua bulan empat hari, Alex sudah sembuh total pasca kecelakaan balapan perayaan kelulusan SMA. Teman-teman sudah mendaftarkan diri di berbagai universitas negeri dan atau swasta yang ternama. Kemana daftar kuliah Alex? Sudah pasti orang tuanya mendaftarkan di universitas kedokteran. Itu sanga-sangat bertentangan dengan Alex. Alex memutar otak dengan keras agar opininya bisa diteirma oleh kedua orang tuanya.

"Alex ingin kuliah otomotif di Jepang." ungkapnya di sela-sela makan malam keluarga.

"Apaa??!!" Ayahnya kaget, setengah emosi.

"Iya, pengen bisa buat motor sport sendiri, selama ini kan Alex hanya menggunakan motor, jadi Alex ingin membuat motor yang lebih canggih, kalau ditabrak gak jadi barang rongsok." Jelasnya sambil sedikit takut, pasti akan kena ceramah dari ayah.

"Waaah.. kakak hebat... aku setuju kalau kakak bisa buat motor sendiri, pasti keren kak, Rena suka sekali...!" Adiknya memuji, Rena saat itu masih kelas 2 SMP.

"Rena,diam..!" Rena kena bentak karena membela kakaknya.

"Nah, Rena aja setuju, kalau Alex bisa buat motor sendiri kan keren..." Alex mulai memojokan ayah.

"Terserah kamu sajalah, tapi awas saja kalau kamu kecelakaan lagi, ayah gak mau urusin." Akhirnya kalah juga debat dengan Alex, meskipun kurang setuju.

"Yeaaah,, makaish ayah.."

"Tapi ingat, jangan balapan di jalan raya, kalau mau balapan itu di Sirkuit."

"Haduuuh haduuuuh.. Makan dulu kenapa... Dari tadi mama perhatiin kok ribut mulu." 
Mama Alex menimpali obrolan suami dan anak-anaknya.

"Iya mah, tapi kok ayam kecapnya abis ma? Tadi banyak di piring, kok udah gak ada mah?" Rena kaget sudah tidak ada lauk lagi.

"Dimakan mama semua lah, salah siapa kalian ribut saja, makan itu diem. Makan kok bahas macam-macam. Kalau mau ayam kecap masak sendiri aja yaaaach.. mama sich udah kenyang.. hehehehe.." Mama Alex mulai ngelawak.

"Mamaaaaaaaaaaaaaahhhh...." Ayah dan kedua anaknya serentak.

Setelah disetujui kuliah di jepang, Alex mulai mengubah penapilan. Dia mulai bergaya. Sampai-sampai ada majalah yang menawarkan dia untuk menjadi model. Alex terima itu, itung-itung sampingan bisa dapat duit. Namun, pekerjaan dia bergaya di depan kamera atau berjalan di cat walk membuatnya ketagihan. Hingga pada akhirnyla dia memutuskan untuk menjadi seorang model. Tap cita-cita awalnya tetap dia laksanakan. Dia kini sudah memiliki bengkel otomotif khusus untuk memodifikasi motor atau mobil agar kecepatannya bertambah.

Pagi-pagi sekali sekitrar jam 6, Mesty sudah siap untuk berangkat kerja. Banyak sekali pekerjaan hari ini. Dia harus datasng lebih awal sebelum bos datang. Dan semua yang urgent juga harus selesai. Mobil dia tak ada semalam di tinggal di kantor, Mesty harus cepat-cepat dapat taksi.

"Heeii.. kau?? sedang apa kau disini? Mm,, sejak kapan kau disini?" Mesty kaget ketika membuka pintu rumah, ternyata Alex sudah duduk di terasnya. Alex tersenyum, kali ini wajahnya lebih ramah dan lebih enak dipandanng.

"Aku menjemputmu." Singkat jawabnya.

"Aku bisa naik taksi." 
Alex langsung menarik tangan Mesty, dan menuntun ke mobilnya.

"Echh.. kau lepaskan tanganku." Mesty berusaha melepaskan genggamannya, tapi tak bisa. Genggamannya erat tapi lembut.

"Kau duduk dan diam saja, akan mengantarmu ke kantor." Kata-kata Alex sedikit memaksa, Mesty senang dengan nada dan gaya bicara Alex. Ada rasa yang tidak wajar di antara keduanya, entah apa itu. Alex meluncur menuju kantor Mesty.

"Nanti siang aku datang lagi" Nadanya datar tapi jelas, dan mengikat. Harus dituruti, dan tidak boleh ditolak.

"Mmmm..." Mesty belum menjawabnya. Alex sudah pergi dengan kecepatan tinggi.

"Apa begitu ya gaya para model, Aneh, suka mengilang tapi suka muncul dengan tiba-tiba dan membuat ku kaget." Mesty merasa heran sendiri, dan benar-benar seperti mimpi. 


Eri Udiyawati
Eri Udiyawati Hallo, saya Eri Udiyawati. Seorang Perempuan yang suka menulis dan traveling. Blogger asal Purbalingga, Jawa Tengah. Suka menulis berbagai topik atau bahkan mereview produk. Email : eri.udiyawati@gmail.com | Instagram: @eryudya | Twitter: @EryUdya

Post a Comment for "Sang Bintang #Bagian 1"