Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sang Bintang #Bagian 2

***Bagian Sebelumnya...

Datang pagi-pagi di kantor, seperti tidur di kantor. Atau seperti di rumah sendiri. Masih sepi gedung ini, hanya ada office boy dan girl yang sedang membersihkan ruangan. Mesty sendiri di ruang kerja, cepat-cepat dia melaksanakan tugasnya. Ternyata cukup pandai untuk menganalisa sebuah trend fashion. Dia juga tidak ingin mengecewakan bos, meskipun bos itu bisa dikatakan seperti nenek sihir. Buat Mesty hal itu tak menjadi masalah, selama gaji di situ sesuai dengan porsi kerja kerasnya.

Matahari mulai tampak utuh dengan cahaya orange keemasan. Sumber panas tertinggi itu mulai menyinari kota. Dengan penuh percaya diri Andara memasuki kantornya. Langkahnya pasti. Tap tap tap tap... Andara langsung meminta laporan tentang Fashion Week of Milan. Pagi ini benar-benar sesuai rencana. Semua lancar, aman dan terkendali, serta tidak ada satu pun yang terlewatkan. Bisa dikatakan pagi yang sempurna. Ya, sungguh sempurna.

Karena sangat menikmati pekerjaan, jam istirahat datang tak terasa. Semua bergegas untuk makan siang, jalan-jalan sebentar, atau tidur sejenak.

"Alex...?! Sedang apa dia di sini?" Andara bergumam ketika melihat Alex di lobby kantornya. Andara mendekati, berharap Alex akan mengajak makan siang dengannya.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini? Kenapa kau datang tidak memberitahuku?" Tanya Andara dengan penuh rasa ingin tahu.

"Seberapa pentingnya aku, sampai-sampai datang ke sini harus melapor terlebih dulu?" Alex masih tenang tanpa ekspresi.

"Ya, tentu saja penting, karena kau Top Model di sini". Andara menaikan alis kanannya, "Apa kau sedang menunggu seseorang? Aku perhatikan sejak tadi kau melihat jam tangan terus. Apa kau sudah ada janji dengan seseorang?"

"Iya, aku sedang menunggu seseorang. Dan dia sedang berjalan mendekatiku". Jawab Alex, memalingkan wajah ke Mesty yang sedang mendekat ke Alex.

"Apa??!!! Aku tidak salah lihat? Kau sejak tadi di sini hanya untuk menunggu Mesty?!" Andara shock..!! Seperti mimpi buruk, seharusnya Alex menunggunya, bukan Mesty. Tanpa satu kata, Alex pergi meninggalkan Andara begitu saja, Alex menggandeng tangan Mesty. Andara melihat semua itu. Benar-benar kurang ajar mereka.

"Keterlaluan, ini tidak boleh terjadi lagi. Cukup sekali, ini untuk pertama dan terakhir kali. Aku tak mau melihat mereka jalan berdua lagi". Andara kesal, merasa dikecewakan oleh Alex. Andara tidak rela melihat Alex menggandeng tangan wanita lain, terlebih Mesty.

"Kenapa nona cantik? Jangan merusak wajahmu dengan cemberut. Itu akan menghilangkan kecantikanmu". Ucap seorang pria sambil menyerahkan majalah "Pesona" yang tebal hingga 200 halaman. Andara tersenyum.

"Terima kasih Tn. Muda Rony Hermawan, bos penerbit majalah Pesona. Senang bertemu dengan anda". Andara sesungguhnya tidak nyaman dengan orang ini. Akan tetapi, orang ini bos penerbit, maka Andara harus menjaga hubungan baik agar karya-karyanya tetap ada di majalah pesona.

"Makan siang denganku?" Rony mengajaknya makan siang bersama.

"Boleh..” Jawab Andara singkat.

"Iya,,, bagus begitu, makan siang denganku saja. Jangan menghiraukan model yang sedang jatuh cinta kepada wanita lain". Kalimat itu seperti silet yang menyayat lambung Andara, begitu nyata dan tak bisa mengelaknya.

"Aku tidak pernah ikut campur dengan urusan pribadi para model."
Tak ada pilihan lain, Andara mengikuti kemauan Rony. Kesal memang ada, seharusnya Andara berdua deng Alex, bukan dengan Rony. "Aduuuh,,, mimpi apa aku semalam, kenapa harus pergi dengan Rony?" Andara mengomel dalam hati.

Tak disangka, tak diduga. Andara dan Rony satu Restaurant dengan Alex yang mengajak Mesty. Andara kian geram. Seandainya saja makan siang bukan dengan bos penerbit, pasti Andara sudah marah-marah ke Alex dan Mesty.

"Kau mau pesan apa?" tanya Rony ke Andara.

"Terserah, apa saja."

"Baiklah..." Rony memesan dua porsi menu utama. Dia berharap Andara menyukainya.

Andara tidak fokus dengan orang yang ada di depannya. Dia selalu memperhatikan dua orang yang ada di seberang mejanya. Untung saja jaraknya agak jauh. Sehingga tidak mengganggu Alex dan Mesty yang sedang menikmati makan siang. Andara ingin menghampirinya, ingin menjambak rambutnya dan atau menamparnya. Andara tidak suka melihat Alex dengan Mesty berduaan. Tak ada alasan pasti mengapa Andara tidak suka hal itu. Rony menyadarinya, ia berpura-pura tidak tahu apa yang diperhatikan Andara. Sesekali Rony bermain dengan gadget-nya untuk menghilangkan rasa jenuh.

Hidangan yang dipesan Rony datang juga. Mau tidak mau Andara harus mengurangi perhatian ke Alex. Andara harus makan yang telah dipesan oleh bos penerbit majalah pesona. Sangat-sangat terpaksa Andara makan siang dengan Rony. Andai saja Tuhan berpihak kepada Andara, Andara akan makan siang dengan Alex, bukan dengan pemilik Pesona yang banyak diincar orang karena kesuksesannya.

Majalah pesona lahir sejak tahun tahun 1982. Pendirinya adalah Agung Hermawan, yang merupakan ayah dari Rony Hermawan. Majalah pesona lahir karena keinginan dari ibu Rony. Dahulu dia seorang model yang sangat terkenal. Suatu hari ia dicurangi oleh penerbit. Fashion Show yang ia bintangi tak ada satu pun masuk majalah. Dan akhirnya dia meminta ke suami untuk membuat majalah tentang dunia Fashion.

Keinginan itu tercapai. Dengan segala pasang surut, dan mengalami saling sikut menyikut dengan beberapa penerbit, Pesona mampu bertahan, dan kini menjadi majalah nomor wahid yang paling aktual. Ibu Rony, Ny. Erlina Hermawan meninggal dunia saat setelah Fashion Show. Dia ditembak oleh orang yang tak dikenal. Sampai sekarang polisi belum bisa menemukan pelakunya. Waktu itu Rony masih duduk di kelas III SMA. Setahun setelah ibunya meninggal, ayah Rony terserang berbagai macam penyakit. Agung Hermawan sakit karena terlalu mengenang mendiang istrinya. Dengan kondisi tubuh yang kian melemah, akhirnya dia meninggal. Satu-satunya wasiat dari ayah Rony adalah teruskanlah Majalah Pesona agar menjadi besar, karena itu adalah impian ibunya yang tidak boleh ditolak.

Rony masih berusia sembilan belas tahun, dia mulai mengurus perusahaan yang sedang berkembang. Rony belajar hidup mandiri. Berkali-kali juga nyawanya hampir melayang. Pernah ada yang melakukan tembakan, tetapi salah sasaran. Yang tertembak bukanlah Rony, melainkan asisten pribadinya. Rony Hermawan, dia salah satu wirausahawan muda yang sukses. Banyak yang mengincarnya, baik untuk bekerja sama dalam bisnisnya, atau pun karena ingin membunuhnya.

Rony sampai saat ini belum menemukan belahan jiwa. Mungkin karena dia terlalu sibuk mengurusi bisnis. Dan satu-satunya wanita yang mampu menggetarkan hatinya hanyalah Andara. Yang saat ini berada di hadapannya, dan makan siang bersama.

"Apa menunya kurang enak?" Rony bertanya ketika melihat Andara hanya memainkan sendok dan garpu di piring.

"Hmmm... Ini enak sekali, aku suka ini". Andara berusaha menutupi kalau dia sedang kesal karena melihat Alex berdua dengan Mesty.

Rony tersenyum, ia sudah menyadari hal itu sejak pertama masuk restaurant.
"Apa kau mencintai model itu?" Pertanyaan yang konyol itu muncul lagi dari Rony.

"Apa yang kau ucapkan?!! Apakah aku tidak salah dengar?! Catat baik-baik, aku tidak akan pernah jatuh cinta kepada seorang model!!"

"Kalau tidak mencintainxa, tak usah kau perhatikan mereka berdua. Jika pada kenyataannya mereka jatuh cinta, biarkan saja". Rony memojokkan Andara. Bagi Andara, kalimat Rony itu seperti samurai yang mencincang hatinya, begitu tajam dan menyayat.

Andara pergi meninggalkan Rony. Tak pernah menyadari apa yang sebenarnya terjadi, Andara menangis. Menangis adalah hal yang sangat langka yang terjadi pada Andara. Sesampainya ia di kantor, ia cepat-cepat masuk ke ruangannya dan bersolek. Hal itu cukup untuk menutupi wajahnya yang kusut dan mata yang sembab.

##

Mesty kembali ke kantor tepat pukul 13.00. Dalam hati Mesty sudah tidak karuan, pasti kena marah dari Andara. Bagaimana tidak akan kena marah, Mesty ketahuan makan siang dengan Alex.

"Bagaimana makan siangnya? Lezat? Senang? Dan puas bisa makan siang deng top model?" Andara mulai menyerocos ke Mesty.

Mesty sabar, harus sabar, tak boleh emosi. Apa lagi hal seperti ini sudah kerap terjadi.
"Iya.." hanya itu yang keluar dar mulut Mesty.

"Baguslah, jika kau makan siang dengan senang, berarti kau bisa bekerja dengan senang, cepat dan tentunya akurat".

"Iya.." tak ada jawaban lain dari Mesty.

"Hari ini aku tidak mau tahu dan tidak mau menerima alasan apa pun. Kau harus mereview majalah pesona yang terbit hari ini. Mana saja yang berat untuk menjadikan sainganku, dan sertakan alasan yang tepat". Andara menyerahkan majalah pesona itu ke Mesty, lalu dia pergi ke ruangannya lagi.

Meriview majalah dengan tebal 200 halaman bukanlah hal mudah. Isinya begitu banyak. Dari mulai aksesoris baju hingga deretan sejumlah nama desainer dengan karyanya. Mesty harus benar-benar jeli dan teliti untuk menganalisa, siapakah yang benar-benar menjadi kuda hitam untuk Andara? Jika ada satu hal saja yang terlewatkan, maka akan sangat fatal hasilnya, bisa menjadi boomerang untuk Andara. Selain memperhatikan desainer, Mesty juga harus memperhatikan gaya dan modelnya. Apakah nanti akan banyak diminati oleh pelanggan, atau hanya ramai untuk sesaat.

Mesty memutar otaknya untuk bekerja keras. Harus selesai hari ini. Tidak boleh tidak. Setelah menemukan cara untuk mereview, Mesty begitu asyik memperhatikan majalah itu. Artikel-artikelnya juga sangat bagus, berbeda dengan gaya tulisan majalah lain. Memang pantas Pesona menjadi majalah nomor wahid.

Tepat pukul 16.00, Andara berkemas untuk meninggalkan kantor. Wajahnya terlihat pucat dan lesu. Mungkinkah Andara sakit? Apa karena kejadian di restaurant siang tadi benar-benar mengguncang hatinya? Tak ada yang tahu. Hanya Andara yang tahu. Laporan Mesty diletakan begitu saja tanpa dibaca dulu, padahal tadi siang Andara meminta harus selesai hari ini. Sia-sia rasanya, Mesty kecewa, sudah bekerja keras, tetapi hasilnya ditumpuk di meja.

Setelah beberapa menit Andara pulang, Mesty juga ikut pulang. Ingin istirahat, sudah terlalu lelah untuk hari ini.

"Dev, aku pulang dulu ya.." Mesty berpamita ke teman sekantornya, Devi.

"Oke Mes, hati-hati di jalan." Jawabnya.

"Iya, sampai besok."

Mesty pergi menuju ke tempat parkir. Mencari mobil yang semalam menginap. Mesty ingin segera pulang dan beristirahat, tapi dipikir-pikir, di rumah sepi. Kedua adiknya pasti sibuk bermain bola, tentu saja di rumah tak ada seorang pun. Orang tua mereka tinggal di daerah asal, di sebuah kota kecil. Mesty dan kedua adiknya pulang ke kampung halaman dua atau tiga bulan sekali.

Mendengarkan radio di dalam mobil sembari menikmati perjalanan sore yang cerah. Sungguh hal yang mengasyikan. Ada iklan di radio tentang Film Hollywood kesukaannya. Ide bagus untuk menonton film. Mesty segara meluncurkan mobil dengan cepat menuju bioskop. Masih ada kesempatan untuk menonton, meskipun harus antri untuk mendapatkan tiketnya. Setelah mendapatkan tiket, Mesty segera masuk ke ruangan, mencari kursi duduk sesuai dengan nomor yang tertera pada tiket. Pas sekali, posisi di tengah-tengah, sehingga mata memandang lurus ke layar lebar.

"Mesty..?!" Ucap seorang pria yang duduk di sebelahnya.

"Kau..? Sedang apa kau di sini?" Mesty balik bertanya.

"Tentu saja mau nonton film, emang mau ngapain lagi di sini?"

"Kebetulan sekali, apa kau juga suka film ini?"

"Ini bukan kebetulan, tapi ini rencana Tuhan. Atau mungkin ini yang dinamakan jodoh."

Kalimat itu membuat mata Mesty terbuka lebar. "Kau jangan bercanda Alex.."

"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan ucapanku. Film-nya seru." Alex mencoba mengalihkan perhatian Mesty ke Film.

"Iya.."

Mesty dan Alex sangat menikmati Film-nya. Sungguh film yang mengesankan. Dalam hening dan larut ke dalam film yang dilihat, Alex masih bisa mencuri pandang untuk melihat wajah Mesty.
"Kau sangat cantik..." Bisiknya ke Mesty. Mesty seolah-olah tak mendengar ucapan Alex. Mesty menyibukan diri memakan popcorn. Hanya itu yang bisa ia lakukan, karena sesungguhnya Mesty sangat grogi berdekatan dengan Alex.

Alex memberanikan diri untuk menatap mata Mesty. Pandangannya begitu tajam, membuat Mesty salah tingkah.
"Setelah ini, apa kau ada acara lain?" Alex bertanya.

"Tidak ada" Singkat jawaban Mesty.

"Jika film sudah selesai, kita makan malam berdua, bagaimana?"

Mesty hanya mengangguk. Itu tanda setuju.

Mereka dinner dengan menu Sushi. Dan Mesty, lagi-lagi seperti mimpi bisa berduaan dengan Alex.

"Aku mencintaimu." Kalimat yang keluar dari mulut Alex, yang membuat Mesty terkejut. Mesty terdiam dan mematung, kalimat itu seperti kalimat sihir yang mampu menghentikan saraf-saraf dalam tubuh Mesty.

"A--pa a-paa... Kau tidak sedang bercanda?" Mesty terbata-bata.

"Tidak. Aku sangat serius. Aku sangat mencintaimu."

Ini benar-benar jauh seperti mimpi. Untuk menghilangkan rasa groginya, Mesty langsung meneguk segelas air minum dengan cepat. Ingin berpura-pura ke toilet, tapi itu tidak mungkin. Itu hal konyol kalau ke toilet, membuat malu diri sendiri. Mesty kepanasan, mungkin ucapan Alex itu membuat tubuh Mesty merasa panas.

Aku akan mengantarkan mu pulang.” Alex mencoba menormalkan kembali suasana yang sedikit hening namun panas.

Emm... tidak usah, aku bawa mobil sendiri.” Jawab Mesty dengan meringis.

Tidak apa-apa, aku akan mengikutimu, aku harus memastikan kau sampai rumah dengan selamat.”

Owh,,, baiklah,, terserah kau saja.” Mesty hanya tersenyum.

Malam yang indah untuk dua sejoli yang sedang jatuh cinta. Mesty memang belum mengungkapkan isi hati yang sebenarnya, tetapi dari tatapan matanya, sudah sangat jelas Mesty juga mempunyai rasa sesuatu untuk Alex.


Eri Udiyawati
Eri Udiyawati Hallo, saya Eri Udiyawati. Seorang Perempuan yang suka menulis dan traveling. Blogger asal Purbalingga, Jawa Tengah. Suka menulis berbagai topik atau bahkan mereview produk. Email : eri.udiyawati@gmail.com | Instagram: @eryudya | Twitter: @EryUdya

Post a Comment for "Sang Bintang #Bagian 2"