Sang Bintang #Bagian 3
***Bagian Sebelumnya...
Malam yang cukup larut untuk beristirahat setelah seharian bekerja ekstra keras. Rony sendiri di dalam kamar yang luas. Berbaring di tempat tidur dan memandang ke dinding. Sebuah foto keluarga yang menjadi objeknya. Rindu itu ada. Rindu itu selalu hadir di setiap sudut kesunyian dirinya. Rindu kedua orang tuanya yang selalu menyayangi. Kenangan-kenangan manis itu hingga kapan pun tak kan pernah terlupakan.
“Tuan muda, maaf
mengganggu.” Terdengar sayup-sayup suara dari luar kamar, dan
ketukan pintu.
“Iya mbok,
sebentar.” Rony menjawab dengan suara parau, ia kemudian
menghapus air mata yang telah menetes di pipi. Ia bergegas membuka
pintu kamar.
“Ada apa mbok?”
Tanya Rony ke mbok Narti.
“Maaf Tuan muda, ada
tiga orang polisi yang sedang menunggu anda di ruang tamu.”
Jawab pengasuh sekaligus pengurus rumah Rony.
“Polisi?? Ada apa
mbok?” Tanda tanya besar muncul dalam benak Rony.
Dipikir-pikir, Rony tidak pernah melakukan tindakan kriminal apa pun.
Urusan keuangan perusahaan selalu jujur terhadap pemerintah. Tidak
ada kasus korupsi di lingkup perusahaannya. Tidak juga melanggar lalu
lintas. Ada apa ini? Polisi malam-malam berkunjung ke rumah Rony?
“Maaf Tuan, saya
juga kurang tahu maksud kedatangan mereka.”
“Oh ya sudah,
buatkan minum untuk mereka.”
“Baik Tuan muda.”
Mbok Narti segera menuju ke dapur membuat suguhan untuk ketiga polisi
tersebut.
“Selamat malam pak
Rony.” Ucap salah satu dari ketiga polisi itu. Dilihat dari
pakainnya, dia sepertinya seorang jenderal.
“Selamat malam juga
pak, maaf saya agak lama tadi. Jadi anda-anda semua menunggu.”
Jawab Rony.
“Oh tidak apa-apa,
justru kami yang minta maaf karena sudah menganggu istirahat anda.”
“Tidak apa-apa, tapi
maaf, ada apa ya bapak-bapak datang larut malam seperti ini? Apakah
saya terlibat kasus hukum yang saya tidak tahu?”
“Tidak, tidak, tidak
ada. Jadi begini, maksud kedatangan kami adalah ingin memberi tahu
kepada anda mengenai pembunuhan Ny. Erlina, ibu anda.”
“Benarkah? Sungguh?”
Rony senang, hampir saja dia melompat dari kursinya.
“Okay, kami
perkenalkan dulu dari diri kami. Di samping kanan saya ini bapak Let.
Jend. Septianto, yang merupakan pengembang kasus pembunuhan terhadap
ibu anda. Dan di samping kiri saya adalah detektif yang bernama Yuda
Ismail, yang merupakan pengumpul dan pencari barang bukti. Saya
sendiri Jend. Irwanudin. Dalam kasus pembunuhan sepuluh tahun yang
lalu, itu ada empat orang tersangka.”
“Empat tersangka?”
Rony memotong ucapan dari Jend. Irwanudin.
“Iya, empat
tesangka. Satu tersangka telah kami tembak. Dia merupakan pembunuh
bayaran dari sebuah geng yang sering berkeliaran di kota ini. Sebelum
dia meninggal, dia yang memberi tahu kepada kami, bahwa dia dan kedua
temannya dibayar 300 juta untuk membunuh Ny. Erlina. Tapi sayangnya,
dia hanya mengatakan yang menyuruhnya adalah teman dekat Ny. Erlina.
Dia tidak menyebutkan siapa yang menyuruhnya, dan profesinya sebagai
apa.” Jelas Jend. Irwanudin.
"Lalu..??!"
Rony semangat sekali mendengarkan penjelasan dari polisi.
"Jadi, kami mohon
bantuan Tuan Rony untuk menginformasikan siapa saja yang menjadi
teman dekat ibu anda."
Rony
berpikir, kembali ke masa lalu, mengingat-ingat siapa yang paling
dekat dengan ibunya. Rony tidak ingat semuanya, karena Rony jarang
berinteraksi dengan teman-teman ibunya.
"Sebentar pak,
untuk hal ini saya kurang tahu siapa saja yang dekat dengan ibu saya.
Tapi, tunggu sebentar pak, saya mencari sesuatu dari kamar orang tua
saya." Rony beranjak menuju
kamar orang tuanya. Kamar ini selalu dirawat, sehingga semuanya masih
tertata rapi. Setelah mengambil sesuatu, Rony kembali ke ruang tamu.
"Ini pak, mungkin
bisa menjadi petunjuk untuk kasus pembunuhan ibu saya. Saya pribadi
juga sangat berharap pelakunya segera ditemukan. Saja juga ingin
tahu, apa yang menjadi motif pembunuhan terhadap ibu saya. Dan beri
mereka hukuman yang setimpal."
Rony begitu menggebu-gebu.
"Data apa saja
yang ada di sini?" Tanya
detektif.
"Di flash disk
itu terdapat video dan foto-foto ibu dengan teman-temannya. Ibu saya
selalu mengabadikan kebersamaan dengan teman-temannya. Mudah-mudahan
itu bisa menjadi petunjuk dan titik terang kasus pembunuhan terhadap
ibu saya. Saya sangat berharap segera ditemukan semua pelakunya."
Terselip rasa dendam kepada pelaku pembunuhan di dalam hati Rony.
Hatinya merasa sangat sakit, orang yang dicintainya telah dihabisi
masa hidupnya, tanpa alasan yang jelas.
“Baiklah Tuan Rony,
terima kasih atas informasinya. Dan maaf, kami telah mengganggu
istirahat anda. Kami akan bekerja keras untuk mengungkap pelaku dan
otak pembunuhan terhadap ibu anda.”
Seberkas
cahaya terang kini mulai mengungkap teka-teki pembunuhan Ny. Erlina.
Rony sangat antusias, dan ingin segera mengerti siapa pelakunya.
“Iya, sama-sama,
saya tunggu kabar baik dari anda semua.”
“Kami permisi dulu,
dan selamat malam.” Ketiga
polisi itu pun beranjak pergi dari rumah Rony.
Rony
mengantar mereka hingga di ambang pintu. Setelah mereka pergi, Rony
kembali duduk di ruang tamu. Rony kembali berpikir, siapa orang dekat
itu? Kenapa sampai tega menyuruh orang untuk membunuh ibunya? Apakah
persaingan di dunia model? Atau persaingan di dunia penerbit? Atau..?
Apalagi..? Setahu dan seingat Rony, ibunya orang yang baik. Meskipun
ia seorang Top Model kala itu, dia tak pernah sombong. Terhadap lawan
terberatnya pun masih bisa tersenyum manis. Dicurangi atau
dikejar-kejar wartawan juga ia tak pernah marah-marah kepada juru
tinta itu. Ia hanya berkeluh kesah terhdap suaminya, Agung.
“Maaf Tuan muda. Apa
pembunuh Nyoya sudah ditemukan?”
Mbok Narti mengagetkan Rony, dia juga ingin tahu siapa yang telah
membunuh majikannya tercintanya.
“Oh, mbok Narti,
satu pelaku sudah tertembak, polisi sedang mencari tiga tersangka
lainnya.”
“Mudah-mudahan kasus
ini cpeat terungkap. Mbok juga tak habis pikir kenapa ada yang tega
membunuh Nyonya.”
“Entahlah...”
Mata Rony mulai berkaca-kaca.
“Tuan muda,
sebaiknya tuan muda beristirahat. Ini sudah sangat laurt.”
Mbok Narti tidak tega melihat Rony bersedih. Dan tidak ingin juga air
matanya dilihat oleh Rony.
Mbok
Narti pembantu yang sangat baik. Dia dan suaminya, tukang kebun di
rumah itu selalu perhatian terhadap keluarga Rony. Sudah seperti
keluarga sendiri. Mbok Narti dan suami tinggal di rumah itu sejak
Rony masih bayi. Jadi, sudah sepantasnya rasa kasih sayang itu pun
sangat besar, terlebih mbok Narti tidak bisa mempunyai anak karena
penyakit yang dideritanya, dokter melarang untuk hamil.
Rony
mencoba merebahkan badannya di dalam kamar. Tetapi, tetap saja mata
tak bisa terpejam. Benaknya terus bertanya-tanya, siapa otak
pembunuhan itu? Apa tujuannya? Apa sebabnya?
##
Pagi
yang cerah, Mesty sudah semangat untuk bekerja. Hari ini dia lebih
ceria dari biasanya. Entah apa yang membuat ceria pada gadis itu.
Andara juga sedikit heran dengan sikap Mesty. Biasanya pagi-pagi
selalu berwajah muram durja. Mungkinkah dia sedang jatuh cinta atau
kasmaran atau mungkin dia kembali menulis dan akan diterbitkan?
Hanya Mesty yang tahu apa yang dirasakannya.
“Mesty, ke ruanganku
sebentar.” Andara memanggilnya
melalui saluran line telepon di kantor.
“Baik nona.”
Mesty
menduga, pasti ini tentang review majalah pesona yang terbit kemarin.
"Kenapa kau
memilih Riana sebagai desainer yang akan menyaingiku?" Andara
langsung menuju topik pembicaraan.
"Iya Nona.."
"Bukankah karya
dia masih sederhana?"
Andara ingin tahu detailnya.
"Iya. Justru
dengan kesederhanaan banyak pelanggan yang tertarik.Biasanya seorang
pria lebih menyukai sesuatu yang sederhana atau simple, tidak rumit,
tetapi elegan." Mesty
menjelaskan tentang review isi majalah pesona.
Andara
mengernyitkan alisnya. Kali ini ia sadar bahwa pendapat Mesty benar.
"Baiklah, terima
kasih untuk review ini. Dan jika analisamu benar, apa pun yang kau
minta ku penuhi. Tetapi jika salah, tiada maaf bagimu."
"Iya Nona. Terima
kasih." Mesty tersenyum
manis.
"Ya sudah,
kembali bekerja." Hari ini
sedikit aneh dengan Andara. Ketusnya berkurang, ya..mudah-mudahan
berkurang terus.
Mesty
kembali bekerja, meneliti bahan untuk Fashion yang akan keluar
selanjutnya. Sangat teliti, sangat rapih, cacat sedikit saja langsung
dinyatakan "bahan rejected"
(tidak terpakai/rusak). Pola-pola baju itu berserakan, Mesty memungut
dan membereskannya. Dan satu pola yang ia suka, ia mengambil dan
menduplikat pola itu di bukunya. Entah apa yang akan ia lakukan, yang
ia tahu, ia menyukai pola itu.
Setelah
kembali ke ruangan, Andara mendekatinya.
"Siang ini aku
akan pergi menemui Rony. Tolong kau yang mengurus sesuatu di sini.
Mungkin aku akan lama di tempat penerbit majalah pesona."
"Baik Nona."
Mesty
sendiri di kantor, sepi dan sunyi menemaninya. Ingin berjumpa dengan
Alex. Tapi sayangnya Alex sedang sibuk di bengkelnya. Banyak mobil
dan motor yang minta untuk dimodifikasi. Alex harus ikut turun tangan
karena dia yang tahu detailnya.
Mesty
benar-benar merasa jenuh, tidak ada yang menarik untuk dikerjakan.
Untuk membunuh waktu, Mesty berselancar di internet. Dia mencari
sebuah nama "Riana".
Satu pesatu link itu dibuka, tetapi bukan Riana sang desainer muda.
Mesty mencari hingga ke beberapa halaman. "Riana
Dewayanti", Mesty meng-klik
link itu, dan munculah berita tentangnya.
Riana Dewayanti,
merupakan desainer muda yang baru 1 tahun menginjakan karirnya di
kancah modeling. Dia mendesaign beberapa model baju, baik model baju
perempuan maupun laki-laki. Tapi beberapa bulan terakhir ini dia
mencoba memberanikan diri dengan mendesaign baju pria dalam kuantitas
yang jauh lebih banyak dari pada baju untuk wanita. Riana bekerja
sama dengan Son Tailor, sang penjahit khusus pria. Riana belum cukup
modal untuk membuka konveksi sendiri, sehingga dia bekerja sama
dengan Son Tailor.
Riana lahir 21 tahun
yang lalu, ibunya dulu seorang model yang cukup terkenal. Dan dari
ibunya lah dia terinspirasi untuk menjadi desainer. Karya-karya Riana
memang belum terkenal, tetapi dia memasuki pasar mayarakat, paling
tidak dia merambah pasar kecil pada masyarakat luas...
"Waawww... Hebat
juga dia, berani ambil resiko."
Komentar Mesty yang terkagum melihat keberanian Riana. Mesty juga
meng-klik semua foto hasil karya Riana. Mesty mencetak semua artikel
dan foto-fotonya.
##
Andara
sampai di kantor Rony. Rony merasa sangat senang. Tak menyangka
Andara akan datang ke kantornya.
"Selamat siang
Nona cantik."
"Siang juga Tuan
muda Rony."
"Silakan duduk
Andara, oh ya.. Kau mau minum sesuatu?"
Tawar Rony.
"Kopi pahit
saja."
"Tunggu
sebentar." Rony sendiri
yang menyediakan kopi untuk Andara.
"Dan,, maaf...
Ada angin apakah yang membawamu kemari?"
"Apa kau tidak
suka dengan kehadiranku di sini?"
"Heii... Jangan
emosi. Tentu saja aku sangat senang karena kau ada di sini. Setiap
hari kau datang ke sini, itu akan membuatku bahagia."
"Aku mohon kau
berhenti mengoceh sesuatu yang tidak penting." Andara
sedikit kesal, dan dia langsung menyodorkan berkas ke Rony.
"Apa ini?"
Rony penasaran, apakah Andara akan menawarkan kontrak kerja sama?
"Review majalah
Pesona yang terbit kemarin."
Andara bersandar di kursi, menunggu komentar dari Rony.
"Bagus, sangat
bagus. Siapa yang membuatnya? Ini benar-benar good jobs."
"Benarkah?"
Andara terkujut, tak menyangka pekerjaan Mesty akan dipuji oleh Rony.
"Iya, apa dia
seorang penulis?"
"Bukan, Mesty
yang melakukannya."
"Mesty? Sudah
seharusnya kau memberikan perhatian lebih padanya,sebelum kau
menyesal pada akhirnya. Bagi seorang desainer pastilah membutuhkan
masukan yang kritis seperti ini. Dan bagi penerbit tentu saja
menyukai gaya tulisan ini. Jaga dia baik-baik jika kau tak ingin
kehilangan karirmu."
"Apa kau sedang
mengancamku? Atau kau menginginkan dia untuk menulis artikek di
majalahmu?"
"Aku tak akan
pernah mengancam wanita yang ku cintai. Tetapi, aku juga tidak
munafik. Semua penerbit tak terkecuali diriku pastilah menginginkan
penulis artikel dengan tulisan yang sempurna seperti ini."
Andara
menghela nafas panjang setelah mendengar penjelasan dari Rony.
Mencoba membayangkan Mesty pergi dari karirnya dan memilih desainer
lain. Oh, tidak-tidak, ini tidak boleh terjadi pada Andara.
"Oh ya..."
Ucap Rony.
"Ahh..."
Andara kaget dengan suara Rony.
"Sebelumnya aku
minta maaf. Pesona edisi bulam depan akan mengurangi halaman dari
semua desainer, termasuk dirimu."
"Apa?!!! Apa kau
sudah bosan dengan dunia model?"
"Tidak, hanya
untuk edisi bulan depan."
"Ya, terus
halaman yang lain akan kamu isi apa? Bagaimana dengan pelangganmu?"
"Aku ingin
menampilkan foto-foto ibuku pada saat menjadi model."
"Apa...?"
"Dari halaman
pertama hingga separuh majalah akan berisi karya-karya desainer dan
para modelnya. Dan selebihnya sampai halaman terakhir akan berisi
foto-foto ibuku."
"Apa yang sedang
terjadi padamu?" Andara
mulai memperhatikan Rony.
"Tidak terjadi
apa-apa, hanya sedang sangat rindu pada ibu."
Jawaban yang diplomatis dari Rony.
Andara
menganggukan kepala, memaklumi Rony, karena memang orang tuanya sudah
tidak ada.
Pukul
tiga sore, Andara kembali ke kantor. Dia langsung masuk ke ruangan
Mesty.
"Apakah hari ini
ada sesuatu yang menarik?"
tanya Andara. Intonasinya kini lebih lembut dari biasanya.
"Iya nona,"
jawab Mesty, dan menyerahkan artikel, serta foto-foto.
"Siapa ini?"
"Itu Riana,
desainer muda yang baru."
Mata
Andara terbuka lebar. Benar-benar artikel yang menarik. Benar kata
Rony, jangan sampai Mesty pergi darinya.
"Okay, thanks a
lot. Dan tolong carikan artikel tentang Ny. Erlina Hermawan."
"Baik Nona."
Dengan
cepat Mesty mendapat informasi tentang Ny. Erlina. Sangat cantik,
benar-benar sangat cantik. Mesty takjub melihat keanggunan dan pesona
dari Almh. ibunda Rony. Setelah mendapakan informasi yang cukup,
Mesty segera menyerahkan artikelnya ke Andara. Hari ini Andara
benar-benar mendapatkan informasi yang sangat special. Jika dia tidak
mengambil spekulasi yang akurat, berarti Andara memang lemah.
Informasi-informasi sudah ada dengan sangat komplit, hanya keputusan
Andara yang akan menentukan. Mudah-mudahan ia tidak salah langkah.
Sore
yang cerah, Mesty menutup laptopnya dan membereskan ruangannya. Dia
harus segera pulang dan memanjakan diri di rumah. Masak, berenang
atau menonton TV di rumah, pasti menyenangkan. Sesampainya di rumah,
ternyata Alex sedang menunggunya.
"Kau sudah lama
menunggu? Kenapa kau tidak mengirim pesan padaku?"
Alex
tersenyum, dan berkata, "Aku tidak ingin mengganggu kau
bekerja, karena aku tak ingin kau mendapat ceramah dari Andara."
"Jangan seperti
itu. Oh ya, bagaimana modifikasi untuk mobil dan motornya? Apa sudah
selesai?"
"Sudah, makanya
aku ke sini."
Mesty
tersenyum manis, mata mereka saling menatap.
"Tunggu
sebentar, aku buatkan minum." Mesty ke dapur membuatkan the
manis. Dan segera kembali ke teras membawa hidangan untuk Alex.
"Mesty..."
"Iya..."
Mereka
berdua saling menatap mata dalam-dalam.
"Besok aku ke
Milan. Apa kau besok bisa mengantarku?"
"Apa? Ke Milan?
Secepat inikah Alex..?"
"Iya,, maafkan
aku Mesty. Ada show di sana."
Mesty
lesu mendengarnya.
"Besok jam 3 sore
aku berangkat dari bandara. Kamu bisa kan mengantarku?" Pinta
Alex.
"Iya,
tentu bisa..." Mesty tak ingin jauh dari Alex. "Berapa
lama kau di sana?" Lanjut Mesty.
"Mungkin 2
minggu."
Oh
Tuhan.. dua minggu, itu waktu yang sangat lama bagi mereka yang
sedang jatuh cinta. Sehari saja tidak bertemu rasanya satu tahu, apa
lagi ini 2 minggu.
Post a Comment for "Sang Bintang #Bagian 3"
Terima kasih telah membaca postingan pada blog saya. Silakan tinggalkan komentar, dimohon jangan menggunakan link hidup.
Terima kasih.
:) :)