Pergi Untuk Kembali Atau Kembali Untuk Pergi #Part - 1
Terkisah
dari negeri yang sedang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaannya.
Hampir di setiap kota, bom meletus. Banyak warga sipil yang menjadi
korban. Hari itu hari minggu, ada seorang gadis yang menjadi
sukarelawan untuk mengajar anak-anak TK dan Sekolah Dasar. Ia dan
anak-anak asuhnya memilih untuk tinggal di hutan, karena dirasa lebih
aman dari ancaman bom dan senjata lainnya. Selama ini, tempat ini
aman dari jangkaun peperangan, tapi kali ini lain. Sekitar pukul 9
pagi, terdengar suara dentuman bom, peluru dan hiruk pikuk pesawat
tempur yang hanya berjarak 100 kaki. Gadis yang bernama lengkap
Sharmadhi Rives menyadari bahwa sedang terjadi perang. Dia segera
menyelamatkan anak-anak asuhnya. Beruntung ada ruang di bawah tanah
untuk berlindung.
Tangisan
anak-anak dan suara gemuruh perang menjadi satu di telinga gadis itu.
Dia juga sebenarnya takut, tapi dia tak boleh lemah. Dia mencoba
meyakinkan anak-anak, bahwa semua akan baik-baik saja.
"Kalian
tenang ya, dan jangan lupa berdo'a. Pasti kita akan selamat. Kalian
harus percaya, tentara kita akan mengalahkan mereka yang berbuat
jahat kepada kita" ucapnya dengan penuh keyakinan.
"Iya
bu, kita hanya bisa berdo'a kepada Tuhan, semoga kita masih berada
dalam lindungan-Nya." Ucap salah
seorang anak asuhnya dengan derai air mata.
Dan
tak kurang dari 5 jam peperangan itu
selesai, dan tentara negeri tercinta ini, menang, meski banyak yang
menjadi korban. Gadis itu mulai berani
membuka lorong, untuk melihat keadaan yang sesungguhnya. Terdengar
suara tegas berteriak.
"Apakah
di sini ada orang? Di mana kalian? Kalian harus ikut kami, tempat ini
sudah tidak aman
lagi."
"A
a.. ada... Kami masih di sini..." Pengajar sukarela itu keluar
dari lorong persembunyiannya. Seorang
tentara yang gagah berani itu
menghampirinya.
"Apakah
anda sendiri di sini?" Tanya tentara itu, yang merupakan kapten
perang ini.
"Tidak,
saya bersama-sama dengan anak-anak asuh saya. Mereka masih di dalam
lorong." Jelasnya.
Dengan
segera Kapten membuka pintu lorong dan mengajak anak-anak untuk
segera mengikutinya. Pengasuh yang mempunyai nama lengkap Sharmadhi
Rives itu memandang anak-anak yang satu per satu masuk ke pesawat.
Dia sangat berharap, anak-anak itu akan terselamatkan.
"Maaf
bu, mengapa anda masih di sini?" Tanya sang Kapten.
"Emmm..
apakah anak-anak sudah berada di dalam pesawat semua?"
"Iya,
dan saya harap anda juga segera masuk ke pesawat. Pesawat akan segera
terbang. Anda dan anak-anak harus sudah berada di tempat yang aman
sebelum serangan balasan menuju ke sini lagi."
Rives
segera berlari menuju pesawat.
"Terima
kasih Tuhan, aku dan anak-anak masih bisa terselamatkan. Tapi
bagaimana dengan para pejuang-pejuang itu? Lindungi mereka ya Tuhan,
mereka bertugas di jalan kebaikan." Ungkapan do'a Rives dalam
hati.
"Ibu,
kita akan pergi kemana?" Tanya seorang anak perempuan yang masih
ketakutan.
"Kita
akan menuju tempat yang lebih aman, tenang ya sayang.."
Rasa
takut masih ada di hati Rives, semoga saja pesawat yang membawanya
adalah benar pesawat orang yang menolongnya, bukan pesawat yang akan
membawanya untuk disandera.
Satu
jam kemudian, pesawat mendarat dengan selamat. Rives lega, senyum pun
mengembang di bibir indahnya. Namun, ketika Rives mulai turun dari
pesawat, Rives terkejut. Tak pernah terpikirkan sebelumnya akan
tinggal di tempat seperti ini. Ya, pesawat dengan berisi 35 murid
anak TK dan SD, 1 orang pengasuh sekaligis guru, dan dikawal oleh 15
orang tentara, mendarat di Benteng Pertahanan Utama Negeri ini.
Tempat ini merupakan markas besar bagi para tentara. Tempat ini
paling aman, karena para penyerang belum pernah manjamah benteng ini.
Suka tidak suka, Rives dan anak-anak harus tinggal di sini. Untung
saja ada tempat khusus bagi mereka, jadi Rives dan anak-anak masih
bisa melakukan proses belajar mengajar.
Di
sini Rives lebih tahu tentang negeri ini yang sedang dilanda
huru-hara. Dia bisa menonton berita di tv dan atau mendengarkan dari
radio. Di sini bukan hanya Rives dan anak-anak yang diamankan dari
perang, tetapi juga para warga sipil lainnya yang berhasil
dievakuasi.
Sudah
dua minggu Rives dan anak-anak tidak keluar dari benteng ini. Rasa
rindu pada dunia luar muncul, tapi bagaimana lagi, tidak bisa keluar
untuk saat ini, karena keadaan negeri yg sedang tidak aman. Rasa
jenuh kadang menghampiri Rives. Dan untuk mengusir rasa itu, Rives
mendaftarkan diri menjadi perawat di Markas itu. Dia ikut merawat
para pejuang yang terluka dan para warga yang menjadi korban.
Malam
sudah larut dan hujan sangat deras, anak-anak sudah tidur semua.
Entah kenapa Rives ingin ke klinik, biasanya dia merawat sampai jam
sepuluh malam. Namun, kali ini lain rasanya seperti ada yang
memanggil namanya. Seperti suara orang yang meminta tolong. Rives
mencoba memasuki satu per satu kamar rawat
di klinik. Tidak ada. Tak ada oang yang meminta
tolong. Mungkin hanya sebuah halusinasinya saja.
“Kapten?”
Panggil Rives saat melihat seorang tentara yang terbaring lemah.
Tentara itu menolehnya, dan tersenyum kepada
Rives. Tentara itu mencoba menahan rasa sakit yang dideranya.
“Sekarang
aku yang akan menolongmu.” Ucap Rives.
Rives
segara membersihkan luka-lukanya. Di dada ada 2 lubang bekas peluru
yang telah bersarang. Untung saja tidak mengenai jantungnya. Di
pundak sebelah kiri ada 1 lubang bekas peluru. Bukan hanya itu,
tetapi di paha kanannya ada luka bakar, luka itu dari sengatan bom
yang telah meledak.
“Aaaarrrghhhhhhhh….”
Jeritnya menahan rasa sakit.
“Maaf
pak, tapi lukanya harus dibersihkan dan diobati. Kalau tidak segera
ditangani, takut nantinya terjadi infeksi.”
“Okay…okay…
no problem, lanjutkan saja. Jangan hiraukan
aku ketika aku sedang berteriak, aku sudah sering seperti ini.”
Karena
Rives tak tega melihatnya menahan kesakitan, akhirnya Rives
menyuntikan obat bius ke dalam dirinya. Itu satu-satunya cara agar
Sang Kapten bisa diobati.
Esok
pagi yang cerah, dengan mata yang mengantuk Rives tetap semangat
untuk mengajar anak-anak. Karena itu sudah menjadi tanggung jawabnya
dirinya. Rives mencoba membagikan senyum dan semangat ke semua
anak-anak. Mereka harus tumbuh dan berkembang menjadi pemuda-pemudi
yang baik, dan tangguh untuk mempertahankan negeri yang tercinta ini.
Baca juga:
Sedangkan
Sang Kapten mulai tersadar dari biusnya. Dia memandangi seisi kamar,
dia mencari-cari siapa yang merawatnya dan mengobati lukanya. Tapi
tak ada orang selain dirinya di kamar itu. Seperti mimpi saja
rasanya. Lalu bagaimana dengan lukanya yang sudah terbalut dengan
obat dan kain kassa?
“Tok..tok..tok..”
Terdengar suara ketukan pintu. Sang Kapten tak
menjawabnya, hanya memandang pintu itu, mencoba menerka-nerka siapa
yang akan menengoknya. Dia berharap yang
datang adalah seseorang yang telah merawat lukanya.
“Selamat
pagi pak, maaf mengganggu istirahat anda.” Sapanya sambil berjalan
mendekati Sang Kapten.
“Pagi
juga Sam..” Balasanya dengan melempar senyum,
dan sedikit kecewat, ternyata yang datang adalah anak buahnya.
“Bagaimana
lukanya? Apakah sudah membaik pak?”
“Yah,,
seperti yang kamu lihat Sam, hanya menunggu untuk kering saja.”
“Waaaooww…
Luar biasa sekali pak, luka bapak semalam itu parah. Mungkin bapak
mempunyai daya tahan tubuh yang baik, sehingga cepat pulih.”
“Entahlah
Sam..”
“Kenapa
bapak menjadi bingung seperti ini? Tenang saja pak, Kapten sementara
digantikan oleh pak Alden. Hari ini kita akan ke daerah perbatasan.”
“Iya,
aku percaya pada Alden, dia pasti bisa memimpin dengan baik. Owh
ya, yang membuatku bingung bukan tentang perang hari ini, tetapi…
aah.. entahlah..seperti tidak mungkin.”
“Ada
apa pak? Apakah ada sesuatu?”
“Sepertinya
semalam ada seorang wanita cantik yang merawatku, entahlah..mungkin
itu hanya sebuah halusinasiku saja yang sedang kesakitan.”
“Hahahahahaha…
Wanita cantik? Bapak ini seperti tidak tahu saja, dokter dan perawat
di sini kan tak ada yang muda lagi. Atau semalam yang merawat bapak
itu ibu Renita, atau ibu Julia? Dan karena bapak sedang kesakitan,
jadi bapak merasa dirawat oleh wanita cantik.” Sam meledeknya, dan
Sang Kapten pun tertawa.
“Aaah..
sudah sudah.. Sana bersiap-siap sebelum Sang Jenderal marah karena
kamu bercanda di sihi. Oh ya, pesanku, jangan lupa selamatkan
mereka-mereka, banyak yang menjadi sandera di daerah tapal batas.
“Siap
pak, akan kami laksanakan..” Ucap Sam dengan tegas. Dia langsung
meninggalkan Sang Kapten. Ketika sudah di ambang pintu, tiba-tiba Sam
berhenti dan berbalik menghadap Sang Kapten.
“Pak,
selamat bermimpi dengan wanita cantik itu..” Mereka berdua pun
tertawa
Setelah
Sam pergi, Sang Kapten mulai bangkit, masih ada rasa sakit. Tapi dia
memaksakan otot-ototnya untuk bergerak.
##
Dua
hari berlalu, Sang Kapten sudah merasa baik. Waktu
yang sangat cepat untuk sebuah luka tembak dan ledakan bom. Hari ini
dia sudah mulai ikut latihan fisik di lapangan.
“Kapten
Arash? Anda sudah pulih?” Sapa temannya yang sama-sama ikut
latihan.
“Iya,
terbaring terus itu rasanya sangat tidak mengenakan.” Jawabnya.
“Sungguh
luar biasa..!”
Kapten
Arash tersenyum, dan berlalu untuk melanjutkan lari mengelilingi
lapangan.
Hari
ini Kapten Arash memanfaatkan waktu untuk berkeliling di Markas Besar
Tentara ini. Menyaksikan dan memahami semua
orang yang ada di markas ini. Setelah merasa puas untuk memahami dan
melihat-lihat orang-orang yang ada di Markas, baik tentara, relawan
dan korban, dia kemali ke kamarnya. Darah yang panas pun mengalir
dalam dirinya, terasa begitu cepat, dia rindu menggunakan
senapan/pistol dan bom/granat. Dia sudah tidak sabar mengemudikan
tank-tank berlapis baju yang berisi meriam dan atau mengemudikan jet
tempur yang berisi amunisi. Tapi dia juga mempunyai sebuah keinginan,
keinginan yang sangat abadi dan suci. Dia ingin menjadikannya “jimat”
untuk pergi berperang, agar dia selalu bisa kembali.
Malam
ini Kapten Arash tak bisa tidur, dia ingin mengatakan yang sebenarnya
esok pagi ke Sang Jenderal. Dan apa yang harus mulai ia katakana?
Keinginannya itu seperti sesuatu hal yang mustahil.
Apakah Sang Jenderal nantinya menyetujuinya?
“Oh
Tuhan, tolonglah hamba-Mu ini..” Ungkapnya dengan penuh harap.
Semoga saja besok adalah hari yang indah buatnya.
Seperti
yang dipikirkan dari semalam, di pagi hari yang cerah, Kapten Arash
sudah mengenakan seragam lengkap dan rapi. Di halaman asramanya, ada
seorang penjaga, Arash mendekati dan berbisik padanya. Penjaga itu
mengangguk dan segera pergi. Sepertinya Arash telah memperintahkan
sesuatu.
Arash
sendiri menuju ruangan Sang Jenderal Jordan. Arash
harus mengatakan apa yang menjadi keinginannya.
“Selamat
pagi pak Jenderal Jordan.”
“Selamat
pagi juga kapten Arash.
Bagaimana kabar anda? Apakah sudah benar-benar sehat?” Tanya Sang
Jenderal.
“Iya
Pak, saya sudah sehat, dan saya sudah cukup siap untuk melaksanakan
tugas.”
Saat
Sang Jenderal hendak berbicara, terdengar suara ketukan pintu.
“Masuk.”
Ucap Sang Jenderal.
Penjaga
asrama Kapten Arash masuk dan mengantarkan Rives, kemudian penjaga
itu pergi. Rives terlihat gugup, dia takut
kalau dirinya sudah pernah melakukan sebuah kesalahan.
“Apakah
mungkin, anak-anak tak boleh singgah di sini lagi? Atau apakah aku
sudah tidak diizinkan mengajar anak-anak di sini.” Ungkap Rives
dalam hati.
“Ada
apa ini?” Tanya Sang Jenderal sedikit bingung, karena tiba-tiba
Rives di antar ke ruangannya.
“Maaf
pak, saya yang meminta nona Rives untuk datang ke ruangan ini.”
Jawab Kapten Arash.
“Lalu?”
Tanya Sang jenderal lagi.
Sedangkan
Rives kian gemetar, ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Restui
saya untuk menikahi gadis ini pak…” jujur Kapten Arash.
“Apa?”
Sang Jenderal kaget dengan pernyataan Kapten Arash. Terlebih juga
dengan Rives, dia merasa tertampar, seperti dijebak, bahkan sampai
Rives tidak bisa mengatakan apa-apa.
“Apa
yang terjadi di antara kalian? Apakalian
saling mencintai?” tanya Sang Jenderal untuk meyakinkan.
Rives
masih terdiam, memikirkan apa yanga sebenarnya telah terjadi. Kenapa
Sang Kapten yang ia hormati bertindak seperti ini?
“Ya
Tuhan,, apa yang harus aku lakukan? Menerimanya atau menolaknya?”
Hati Rives bergejolak, genderang perang di hatinya pun berbunyi. Jika
hati Rives bisa didengar, maka suara gemuruh terdengar sangat jelas.
Antara hati, pikiran dan nuraninya kini sedang bertempur.
Post a Comment for "Pergi Untuk Kembali Atau Kembali Untuk Pergi #Part - 1"
Terima kasih telah membaca postingan pada blog saya. Silakan tinggalkan komentar, dimohon jangan menggunakan link hidup.
Terima kasih.
:) :)