Membaca buku sejarah juga tidak membosankan seperti dulu lagi. Karena tulisan sekarang sudah dikemas dan diracik dengan gaya yang santai dan kekinian. Jadi enggak monoton kayak di bangku sekolahan jadul.
Seperti halnya buku yang saya baru baca nih, tentang Jejak Kolonial di Bumi Perwira #Seri 1, karya Gunanto Eko Saputro atau yang akrab disapa Om Igo. Buku ini dikemas dengan gaya dan bahasa yang kekinian, tetapi tetap memperhatikan EYD. Yoi, karena Om Igo ini mantan wartawan beken pada zamannya.
Baca juga: Dari Ngeblog Aku jadi Kenal Banyak Orang
Identitas Buku
Judul: Jejak Kolonial di Bumi Perwira
Penulis: Gunanto Eko Saputro
Penerbit: SIP Publishing
Tebal: 222 halaman
Tahun Terbit: 2020
Review Buku Seri Sejarah Jejak Kolonial di Bumi Perwira #Seri 1
Catatan tentang Bumi Perwira masih jarang yang tahu. Karena wilayah ini memang bukan wilayah yang luas. Tetapi dari Bumi Perwira inilah, banyak sekali torehan sejarah dari masa kolonial. Seperti halnya kisah tentang Henri Eduard Benno (H.E.B) Schmalhausen, yang merupakan keponakan dari Karl Marx, juga pernah tinggal di Purbalingga. Dia juga pernah menjabat sebagai Assistent Resident Belanda di Purbalingga. Selain itu dia juga menuliskan buku yang kalau dilihat dari judulnya, tampak seperti pro dengan pribumi yang selalu ditindas oleh bangsanya.Buku itu berjudul Over Java en de Javanen (Tentang Jawa dan Orang Jawa).
Selain itu, ada beberapa hal yang bisa kita pelajari tentang sejarah Purbalingga dari buku ini, di antaranya:
1. Kiprah Rumah Sakit Trenggiling
Kaum milinial pasti jarang yang tahu, kalau zaman dulu, di Purbalingga sudah ada rumah sakit, yakni Rumah Sakit atau terkenal dengan Rumah Sakit Trenggiling. Saat ini wilayahnya sudah masuk dalam Kecamatan Kaligondang. Bekas rumah sakit tersebut saat ini beralih fungsi menjadi bangunan KPU.
2. Perjalanan SD Kristen Bina Harapan, dari Sekolah untuk Orang-orang Eropa, China juga untuk Markas Tentara
Hollandsch-Chineesche School (HCS) ialah sekolah yang didirikan oleh Belanda untuk Etnis China di tanah Hindia Belanda. Pun sama dengan yang ada di Purbalingga, murid-murid HCS juga kebanyakan orang-orang Belanda dan China yang ada di Purbalingga. Orang-orang pribumi tentu terpinggirkan, karena sekolah ini juga melakukan diskriminasi ras, suku, dan lainnya. HCS di Purbalingga didirikan pada tahun 1926, dan mengalami pergntian nama ketika diduduki orang Jepang. Hingga sekarang, HCS ini berubah nama menjadi SD Kristen Bina Harapan. Dan dulunya, bangunan ini juga pernah dijadikan sebagai kamp militer karena letaknya yang strategis dan mumpuni.
3. Orang Tionghoa yang Berpengaruh di Purbalingga
Di zaman penjajahan Belanda, bukan hanya orang-orang Belanda yang bisa bergerak dan berpengaruh. Ternyata di Purbalingga, ada seorang Tionghoa yang mendapatkan jabatan sebagai Wijkmeester (opsir). Tugasnya tentu untuk mengatur komunitas orang-orang Tionghoa kala itu. Dan dia mengemban jabatannya dari tahun 1927 hingga 1936. Dia adalah Gan Thian Koeij, seorang yang menjembatani antara pemerintah Hindia Belanda dengan komunitas Tionghoa. Dia yang menjelaskan tentang peraturan-peraturan yang berlaku di masa penjajahan.
4. Ternyata Banyak Juragan Gula di Purbalingga
Siapa sangka, di zaman Belanda malah banyak juragan-jurgan gula yang ada di Purbalingga. Ada beberapa pabrik gula pasir dan perkebunan tebu yang terkenal di masa itu. Gula-gula hasil Purbalingga itu, diekspor sampai ke Eropa lho. Keren, kan?!
5. Tembakau Purbalingga juga Diekspor ke Eropa
Tak hanya gula, tembakau pun menjadi salah satu komoditas yang laku di pasar Eropa. Tembakau lokal Purbalingga ini pun cukup terkenal, bahkan ada satu perusahaan tembakau yang tajir melintir, yaitu PT Gading Mas Indonesian Tobacco (PT GMIT), dan orang-orang suka menyebutnya PT GEMIT. Perusahaan tembakau tersebut, juga terkenal sebagai perusahaan yang paling sukses. Sampai-sampai, orang yang punya kendaraan, ya mereka karyawan-karyawan yang berkja di PT GMIT.
6. Orang-orang Purbalingga yang Dibawa ke Suriname
Sistem kerja paksa yang dilakukan oleh Belanda bukan hanya di tanah nusantara, melainkan juga di Suriname. Sebagian warga Bumi Perwira dibawa Belanda untuk berkerja di sana. Setelah beberapa tahun, ada yang berhasil kembali ke kampung halaman, ada yang dikerjakan di pulau lain di Indonesia, ada pula yang menetap di Suriname. Bahkan hingga saat ini, masih banyak orang-orang pribumi yang membangun rumah tangga di Suriname sana.
Itulah beberapa hal yang bisa kita pelajari dari Buku Sejarah Jejak Kolonial di Bumi Perwira #Seri 1. Selain itu juga masih banyak kisah yang menarik. Jadi, buat teman-teman yang ingin beli bukunya, bisa langsung hubungi Om Igo di Whatsapp: 0852 0147 8021, atau akun instagramnya di @igoendonesia . Buruan sebelum kehabisan.