Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Romansa Cinta di Tanah España - Part 3

Part sebelumnya...

Keahlianku adalah tentang design grafis. Sebenarnya berawal dari suka mengedit-edit foto di laptop. Tetapi, pada akhirnya itu menjadi keahlianku untuk merancang sebuah design. Dengan hal itu aku diterima dengan mudah di salah satu perusahaan majalah yang terkenal di Spanyol. Bahagia rasanya bisa bekerja sama dengan orang-orang yang mempunyai dedikasi tinggi.

Aku memiliki seorang atasan, dia tulen dari tanah Catalan, Barcelona. Hmm, mendengar nama 'Barcelona' aku menjadi ingin ke sana juga. Selain ingin melihat Camp Nou yang merupakan markas dari FC Barcelona, di sana juga merupakan tempat yang indah. Pantai Barcelona itu sungguh mendamaikan. Pemandangannya indah dan nuansa romantis selalu ada di Barcelona. Tapi bicara tentang romantisme, pergi dengan wanita mana, aku? Kekasih pun tiada. Entahlah, pernah kujatuh cinta pada seorang wanita, tetapi dia akhirnya pun lepas dariku. Dia lebih memilih dengan laki-laki lain. Semenjak itu, hampir lima tahun ini belum pernah kujumpai lagi seseorang yang mampu menggetarkan hatiku.

Ah, membahas tentang cinta dan wanita tidak akan pernah ada habisanya. Lebih baik aku kembali ke dunia kerjaku yang baru. Aku menyukai tempat kerjaku ini. Meskipun berbeda bangsa, tapi mereka saling tetap menghargaiku selama aku memiliki kemampuan dan berhasil membuktikan bahwa karya yang aku ciptakan itu layak untuk dipasarkan. Aku berhasil membuat design cover majalah yang membuat mereka takjub. Ini memang tentang fashion tetapi aku tahu tentang bagaimana mengemas fashion dalam satu buku.

Hari ini ada atasanku mengatakan akan ada seorang model yang ingin menemui karena hasil design coverku. Aku sendiri grogi dan gugup. Mimpikah itu? Atau hanya sebuah halusinasiku saja? Seorang model di Spanyol ingin bertemu dengaku? Tapi ini ternyata benar-benar terjadi, dia memintaku untuk menemuinya di Cafe Plaza Mayor pukul lima sore.

Dari kejauhan aku memandang siapa yang sedang menungguku di Cafe Plaza Mayor meja nomor 47. Dia memakai gaun berwana merah yang menyala seperti banteng yang akan menyuruduk. Matanya tajam berwarna biru, hidungnya hampir mirip dengan paruh burung gagak, jika dibandingkan dengan hidungku, tentu hidungku ini sangat pesek. Bibirnya sedikit tebal dengan warna lipstik merah muda, bulu matanya menggunakan bulu mata palsu tapi sangat mirip dengan bulu mata asli. Dia memakai sepatu hak tinggi yang buatku itu bisa menyakitkan kaki karena hak sepatu itu sekitar tujuh belas senti meter.
Ah, wanita, selalu berusaha untuk tampil sempurna. Apa lagi dia seorang model.” Pikirku.

Aku berjalan terus menghampirinya. Sampai di depannya aku bingung harus mengatakan apa. Gugup dan sebagainya. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana, mungkin karena dia tahu aku gugup, dia memulai untuk menyapa.
Sumber : Google Image

Hai, buen día , ¿Es cierto que usted es el Andre amo?” dia menyapaku.

Oh, matilah aku, dia menggunakan bahasa Spanyol. Bahasa Spanyolku belum lancar. Baru belajar beberapa bulan.

Yes, right, and I'm sorry, what it's your name, Miss?” terpaksanya aku menggunakan bahasa Inggris. Sungguh tidak bisa lancar untuk mengobrol dengan dia.

I'm Shelly Fernandez,” jawabnya mengikuti menggunakan bahasa Inggris. Mungkin dia tahu aku kurang fasih dalam bahasa Spanyol.

Nice to meet you, Miss Shelly.” Balasku.

Fine, and call me ‘Shelly’,” jawabnya. Kami berdua duduk berhadapan. Kini aku melihat dengan jelas siapa yang ada di depan mataku. Wajahnya begitu lembut, kerlingan matanya membuatku sulit untuk melepaskan pandangan dari dia. Dan lebih gilanya lagi aku masih merasakan jemarinya di tanganku saat berjabat tangan dengan dia.

Aku memesan minum yang sama dengan dia, karena aku sendiri tidak tahu harus memesan apa di sini. Terlebih aku takut kalau lidahku ini tidak cocok dengan lidah orang Spanyol. (Untuk memudahkan pemabaca, obrolan ini kujadikan menjadi bahasa nusantara).

Aku sudah melihat majalah yang terbit edisi minggu ini. Aku suka sekali dengan designnya. Aku menghubungi ke kantor majalahnya, dan mereka mengatakan bahwa andalah yang membuat design cover itu. Maka dari itu, saya ingin menemui Anda. Apakah tidak masalah buat Anda?” dia memulai membukat topik. Ini yang ku harapkan agar aku tidak gugup jika hanya diam saja.

Oh ya, benar, Nona Shelly, mmm... maksudnya Shelly. Apa Anda ingin design cover yang khusus?” tanyaku.

Ya, begitulah, aku model fashion di majalah tersebut. Aku mau Anda mendesign covernya dengan warna yang lebih terang lagi. Aku suka warna-warna yang cerah seperti pink, merah, hijau muda dan biru laut. Aku ingin memadukan fashion dengan keindahan alam. Apakah sekiranya Anda bisa, Tn. Andre?”

Ya akan saya usahakan. Mmm... dan maaf juga, panggil nama saya saja,” balasku. Aku tidak nyaman dipanggil dengan sebutan 'Tuan', apa lagi aku ini masih muda. Papaku saja yang sering keluar masuk luar negeri dan sudah berumur lebih dari lima puluh, yang memanggil 'Tuan' itu hanya beberapa orang tidak sampai lima orang yang memangil papaku dengan sebutan itu.

Bagiku, pertemuan dengan Shelly adalah pertemuan yang menyenangkan. Esok harinya dia sudah datang di kantor dan menemuiku di ruang kerja. Dia mengarahkan bagaimana design cover majalah edisi selanjutnya. Ini tugas penting bagiku! Aku tidak boleh menyia-nyiakan dan mengecewakan semua orang. Apa lagi sampai mengecewakan wanita cantik itu.
Sumber : Google Image

Waktu terus bergulir, aku merasa nyaman dengan Shelly, dia seorang model tetapi dia tidak pernah menyombongkan diri. Dia memiliki semuanya, tetapi dia tetap rendah hati. Kepada seluruh staf di sini, dia bersikap sangat sopan. Aku semakin ingin tahu siapa dia, tetapi aku sendiri takut untuk menanyakan hal-hal yang lebih detail kepada dia. Aku takut dia marah atau tersinggung, aku harus menyimpan semua pertanyaan-pertanyaanku sampai waktu yang tepat itu tiba.

Andre,” sapanya.

Iya, saya.”

Maaf sebelumnya, aku lupa besok itu weekend, untuk tabloid pribadiku aku belum menyelesaikan covernya. Kau bisa menolongku?” pintanya dengan wajah yang memelas.

Tabloid pribadi? Hmm, tentang apa? Dan mau seperti apa designnya?” tanyaku.

Iya, tabloid pribadiku ini tentang resep masakan. Aku lupa kalau besok Sabtu harus dicetak, tetapi aku belum mengambil foto untuk makanan yang akan menjadi ikon di tabloid itu.”

Okay, saya bisa. Saya akan buatkan designnya juga, yang penting foto itu sudah ada.”

Sebentar, aku menunggu foto kiriman dari koki. Aku harap dia sudah selesai memasak dan segera mengirimkan gambarnya untukku.”

Aku dan Shelly menunggu beberapa menit foto dari sang koki. Sebenarnya jam kerjaku sudah selesai, tapi aku tidak tega meninggalkan dia sendiri dalam kesulitan seperti ini. Terlihat dengan jelas kecemasan dalam wajahnya yang membuktikan bahwa foto itu harus segera diedit dan dijadikan cover untuk tabloid makanannya.

Ini dia sudah dikirim fotonya.” Dia menunjukkan foto itu padaku. Aku tidak tahu makanan apa itu. Sepintas terlihat seperti daging sapi yang direbus, tetapi dicampur dengan rempah-rempah dan sayuran lainnya.

Boleh aku tahu apa nama makanan itu?” tanyaku.

Ya, tentu saja, ini bernama ‘Cocido’, ini terbuat dari bahan dasar daging sapi atau daging yang lainnya dicampur dengan sayur dan kacang-kacangan. Ini merupakan makanan khas di kota ini, Madrid. Kau belum pernah mencobanya?”

Belum,” jawabku singkat.

Dia memberikan ponselnya kepadaku, agar aku bisa mengambil foto itu. Segera aku mengedit foto itu di laptop. Aku buat seoriginal mungkin, agar orang-orang tertarik untuk membaca dan datang ke restorannya.

Oh ya, tolong tambahkan nama restoranku di bagian bawah makanan ini. Hurufnya yang cantik dan berwarna biru muda.” Ucapnya.

Apa nama restorannya?”

Nama restoranku ‘Espania Resto’.” Jawabnya.

Kalau boleh tahu, sudah berapa lama Espania Resto ini berjalan?”

Baru mau tiga tahun ini. Makanan Cocido adalah makanan pertama yang akan kami masak. Selama ini kami memasak makanan dari Timur Tengah dan Asia. Kali ini aku ingin memberikan sajian yang baru bagi para pengunjung setia kami.” Terangnya.

Timur Tengah? Asia? Kenapa tidak memaksa makanan Eropa?” tanyaku ingin tahu dan penasaran. Kenapa dia memasak makanan dari Timur Tengah dan Asia?

Lidahku kurang cocok dengan lidah orang Eropa, karena biar bagaimana pun aku ada darah Asia. Waktu kecil aku tinggal di Pontianak, tempat kelahiran ibuku. Tapi karena bisnis ayahku tidak berkembang di sana, akhirnya ayahku memutuskan kembali ke Spanyol.” Dia menjelaskannya kepadaku. Dan ternyata dia memiliki darah orang Indonesia juga.

Ternyata kita masih satu rumpun.” Balasku.

Iya, wajahmu, aku mengenal wajah-wajah orang Indonesia. Mereka ramah semuanya. Aku senang sekali. Dan hari ini aku sangat bahagia, orang yang membantuku juga orang Indonesia.”

Kami melewati waktu hingga jam delapan malam. Akhirnya cover tabloid itu selesai juga. Aku merasa senang melihat dia tersenyum lagi.

Oh, Muchas gracias. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana jika tidak ada kau di sini. Mungkin aku sudah berlari-lari mencari seorang designer grafis untuk membuat cover tabloid ini.” Ungkapnya.

Igualmente, selama aku bisa membantu, aku pasti akan melakukannya.”

Dia melempar senyum yang sangat manis padaku. Itu membuat hatiku tidak menentu. Dia sempat mengajakku untuk pulang bersama dia, tetapi aku menolaknya. Aku tahu dia pasti akan sangat sibuk dengan tabloidnya. Dia pergi meninggalkanku dengan berlari. Dia sangat tergesa-gesa. Tabloidnya besok harus sudah beredar. Aku terus melihatnya dari jauh hingga dia benar-benar hilang dari pandanganku.



***Bersambung ke Part-4
Eri Udiyawati
Eri Udiyawati Hallo, saya Eri Udiyawati. Seorang Perempuan yang suka menulis dan traveling. Blogger asal Purbalingga, Jawa Tengah. Suka menulis berbagai topik atau bahkan mereview produk. Email : eri.udiyawati@gmail.com | Instagram: @eryudya | Twitter: @EryUdya

Post a Comment for "Romansa Cinta di Tanah España - Part 3"